Ciamis, Jabar – PW.Ketua DPC Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia (IPJI) Ciamis mengecam keras tindakan penganiayaan terhadap Yulianto, seorang jurnalis dari Tabloid Pamor, yang terjadi di Kota Banjar pada Jumat (04/10/2024).
Dalam pernyataannya, Kang Rifai meminta agar Aparat Penegak Hukum (APH) menindaklanjuti kasus ini dengan serius, mengingat pentingnya perlindungan terhadap jurnalis dalam menjalankan tugas mereka.
“Jurnalis dilindungi oleh undang-undang dalam menjalankan tugasnya. Menghalangi tugas jurnalis sudah salah, apalagi sampai melakukan penganiayaan. Kepolisian harus bertindak cepat menangani kasus ini,” tegasnya. Rabu(09/10/2024)
Kang Rifai menyatakan bahwa DPC IPJI Ciamis berkomitmen untuk mengawal kasus ini hingga tuntas, serta memastikan bahwa pelaku kekerasan terhadap Yulianto diadili sesuai hukum yang berlaku.
Menurutnya, kasus seperti ini sering terjadi dan menunjukkan lemahnya perlindungan terhadap jurnalis yang tengah bertugas.
Pada Bab VIII UU Pers Tahun 1999 tentang Ketentuan Pidana, Pasal 18 ayat (1), disebutkan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama dua (2) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00. Ini menjadi ancaman bagi siapa saja yang menghalangi tugas wartawan.
Dalam kasus yang dialami jurnalis Yulianto, tindakan tersebut lebih mengarah pada tindakan kriminal, tidak hanya berupa kekerasan fisik, tetapi juga adanya intimidasi dan perencanaan kekerasan sebelumnya. Oleh karena itu, pihak Satreskrim Polres Banjar Polda Jabar harus benar-benar serius mendalami kasus ini.
Kang Rifai menambahkan bahwa dalam melaksanakan tugas jurnalistik, para wartawan akan selalu mematuhi Undang-Undang Pers Tahun 1999, khususnya pada Bab III Pasal 7 ayat (2), yang menyatakan bahwa wartawan harus menaati kode etik jurnalistik.
“Harus ada efek jera bagi oknum-oknum yang suka menghalangi tugas jurnalis. Para pelaku harus dihukum sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku,” ungkap Ketua IPJI Ciamis Kang Rifai.
Sebelumnya, dilaporkan bahwa Yulianto mengalami penganiayaan oleh seorang preman bernama Ifan saat melakukan tugas investigasi terkait dugaan proyek infrastruktur fiktif di sebuah Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Banjar.
Rekan Yulianto, Cecep Herdi, menceritakan bahwa kekerasan terjadi setelah Yulianto dan Cecep melakukan wawancara dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Kota Banjar, Kaswad.
Menurut Cecep, perwakilan pihak ketiga yang hadir saat wawancara tersebut, yakni Ifan, terus mengganggu jalannya investigasi dan menghalangi upaya mereka dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
Situasi semakin tegang ketika Yulianto meminta Ifan untuk tidak menginterupsi wawancara yang tengah berlangsung, hingga berujung pada kekerasan verbal.
Setelah kejadian itu, Yulianto sempat mendapat teror dan ancaman dari Ifan. Dua minggu kemudian, saat Yulianto kembali ke lokasi proyek untuk melanjutkan investigasinya, ia kembali bertemu dengan Ifan di sebuah warung dekat sekolah tersebut. Tanpa ada peringatan, Ifan menahan, menjatuhkan, dan memukuli Yulianto dengan brutal.
“Setelah mengalami kekerasan, Yulianto yang saat itu sendirian menelepon saya dan menceritakan kekerasan yang dialaminya,” kata Cecep.
Kasus ini sedang dalam penyelidikan oleh pihak kepolisian untuk memastikan pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal.
Para aktivis pers berharap agar kasus kekerasan terhadap jurnalis ini segera mendapatkan perhatian serius dari penegak hukum.***
Jurnalis: Adyluhung