TIAKUR, peloporwiratama.co.id – Ko,misi II DPRD Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) memberikan ancaman tegas akan memangkas anggaran Program Studi Di Luar Kampus Utama (PSDKU) Universitas Pattimura dari Rp2,5 miliar menjadi hanya Rp500 juta jika tidak ada perbaikan signifikan dalam pengelolaan kampus. Ultimatum ini dilontarkan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang berlangsung di ruang rapat komisi pada Rabu (5/3).
“Kalau soal urusan ini tidak ada perubahan, saya pastikan anggaran PSDKU kita pangkas. Tahun ini anggaran 2,5 miliar, kalau tidak ada perubahan saya pastikan potong 2 miliar tinggal 500 juta,” tegas Ketua Komisi II, Remon Amtu, dengan nada tinggi saat memimpin RDP tersebut.
RDP yang berlangsung alot itu dipenuhi kritik tajam dari anggota Komisi II mengenai berbagai persoalan yang mencuat dalam pengelolaan PSDKU MBD. Persoalan utama yang menjadi sorotan adalah manajemen kampus, proses penegerian, sistem pembimbingan mahasiswa, hingga transparansi penggunaan anggaran.
Tudingan “Proyek Intelektual”
Amtu mengkritik keras apa yang disebutnya sebagai “proyek intelektual” yang dijalankan pihak Universitas Pattimura. Ia menyorot pengelolaan dana yang terus mengalir dari APBD MBD ke PSDKU, sementara fasilitas kampus di Tiakur tidak kunjung memadai.
“Semakin lama hibah kita kasih, persoalan ini uang rakyat. Walaupun anggarannya kecil, tapi kita subsidi silang terus membantu pembangunan kampus di Ambon. Artinya semakin lama kampus PSDKU tidak berkembang, tetapi ada pembangunan tingkat di Unpatti,” ujar Amtu.
“Dan saya berharap ini tidak bisa dijadikan proyek intelektual di kalangan intelektual di atas. Kalau kita belajar soal model sekarang ini, yang orang jual obat, semakin banyak Unpatti buat PSDKU semakin banyak juga dia kaya raya. Ini pernyataan saya,” tambahnya dengan nada menuduh.
Mahasiswa Terancam DO Jadi Pemicu
Salah satu isu krusial yang diangkat dalam RDP adalah nasib puluhan mahasiswa yang terancam Drop Out (DO). Amtu bahkan mengancam akan menjadi “provokator intelektual” jika persoalan ini tidak segera diselesaikan.
“Kalau mahasiswa yang DO tidak bisa diselamatkan, kami pasti jadi provokasi intelektual. Saya orang pertama yang jadi provokasi intelektual,” tegasnya.
“Mahasiswa yang mau DO bayangkan 50-60 orang bisa stressing. Sedikit saja bisa bakar kampus, bisa jadi anarkis,” tambah Amtu memperingatkan potensi kerusuhan jika masalah ini tidak ditangani dengan baik.
Sumur Bor Tidak Berfungsi dan Transparansi Dana
Anggota Komisi II, Roy D. Mesdila, mempertanyakan penggunaan dana pembangunan yang dibayarkan mahasiswa. Ia mempertanyakan kontribusi kampus utama untuk PSDKU MBD.
“Jangan sampai mahasiswa setor uang pembangunan tetapi tidak ada asas manfaat dari uang pembangunan ini. Secara kasat mata kita melihat bahwa pembangunan yang terjadi di lokasi kampus PSDKU ini bersumber dari APBD,” kata Mesdila.
Mesdila juga menyoroti proyek sumur bor di kampus yang tidak berfungsi dengan baik. “Akhirnya dari pihak kampus memasang instalasi PAM,” ungkapnya.
Fasilitas belajar mengajar juga menjadi sorotan. “Informasi yang kami dapat dari tahun lalu, satu kelas mau menggunakan infokus, kelas yang lain mau pakai musti tunggu dulu selesai baru pinjam pakai. Permasalahan juga kursi tidak mencukupi, tempat belajar tidak memadai,” tutur Mesdila.
Pembimbingan Skripsi Jadi Keluhan
Sekretaris Komisi II, Hendrita Jermias, yang mengaku pernah menjadi tenaga pengajar di PSDKU MBD, menyoroti persoalan pembimbingan skripsi. Mahasiswa semester akhir harus ke Ambon untuk melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing.
“Banyak sekali masalah yang dihadapi PSDKU MBD hari ini. Saya menyoroti terkait dengan persoalan pembimbingan skripsi yang masih harus dilakukan oleh mahasiswa di kampus utama. Tentu ini menjadi hambatan tersendiri karena adik-adik kita yang berkuliah harus mengeluarkan uang lebih ke Ambon untuk pembimbingan,” kata Jermias.
Amtu menambahkan, “Adik-adik mahasiswa di semester akhir karena komunikasinya konsultasi via WhatsApp, ada dosen yang sampai blokir nomor. Dosen juga bosan sehingga tidak balas WhatsApp.”
Tuntutan Perubahan Manajemen
Wakil Ketua Komisi II, Anthonius Lowatu, menegaskan perlunya perubahan sistem manajemen kampus. “Kita bicara soal manajemen ini bicara soal umum. Tujuan utama dari manajemen adalah bagaimana menggerakkan seseorang untuk mencapai sebuah tujuan. Tapi yang saya lihat sesuai dengan kasad mata, mahasiswa yang sudah tamat bahkan sampai yang sudah tinggal di rumah bahkan putus sampai hari ini masih ada juga,” ujarnya.
“Kehadiran kampus PSDKU di Maluku Barat Daya untuk membantu masyarakat dari ekonomi menengah ke bawah untuk mendapatkan pendidikan. Kehadiran kampus ini untuk mempermudah mahasiswa, tapi hari ini kenyataannya semakin mempersulit,” tambah Lowatu.
Komisi II DPRD MBD menyatakan tetap mendukung keberadaan PSDKU Universitas Pattimura di Kabupaten MBD, namun dengan catatan harus ada perubahan signifikan dalam pengelolaan kampus. Jika tidak, ancaman pemangkasan anggaran akan benar-benar direalisasikan.
Sebelum menutup RDP, Komisi II menyatakan akan segera melakukan kunjungan langsung ke kampus PSDKU MBD untuk melihat langsung kondisi di lapangan, termasuk pengecekan sumur bor yang menjadi sorotan dalam rapat.
Sementara Wakil Koordinator Bidang Akademik Program Studi Di Luar Kampus Utama (PSDKU) Universitas Pattimura (Unpatti) di Maluku Barat Daya (MBD), Andi Dahoklory, mengungkapkan berbagai kesulitan yang dihadapi kampus tersebut, terutama dalam aspek keuangan dan transformasi status kampus.
“Kami tidak mengelola keuangan, baik itu sumber pendapatan PNBP maupun hibah. PSDKU hadir karena dukungan pemerintah daerah lewat dana hibah. Kalau tidak, maka tentu tidak bisa dibuka,” ungkap Dahoklory
Dahoklory menjelaskan, pengelolaan keuangan PSDKU MBD masih terpusat di kampus utama Unpatti di Ambon. Bahkan saat ada kegiatan seperti wisuda, anggaran baru dikirim satu minggu sebelum pelaksanaan. “Kalau berkaitan dengan anggaran, kami tidak bisa menjelaskan sedetilnya karena kami pun tidak tahu mekanisme dan pengelolaannya,” tambahnya.
Transformasi Status Terhambat Masalah Tanah
Persoalan utama yang dihadapi PSDKU MBD dalam upaya transformasi statusnya adalah masalah kepemilikan tanah. Dahoklory menjelaskan, lahan kampus yang saat ini digunakan masih berstatus hutan produksi dan harus dialihstatuskan menjadi kawasan konversi.
“Di tahun 2023 bulan November, SK hijau keluar yang di dalamnya bukan hanya mengakomodir tanah atau lahan PSDKU tetapi juga TPU dan bandara Tepa,” ungkap Dahoklory. Namun, terdapat kendala karena dalam SK tersebut status kepemilikan tanah sudah mengatasnamakan Pemda.
“Pemda tidak bisa membayar kepada tuan tanah atau pemilik tanah karena SK hijau itu sudah mengatasnamakan pemerintah daerah, karena itu bisa akan jadi temuan,” jelasnya.
Solusi yang Ditawarkan
Untuk mengatasi masalah ini, pihak kampus telah berkoordinasi dengan pertanahan dan menawarkan beberapa solusi. Pertama, menerbitkan sertifikat dengan status tanah milik pemerintah daerah yang dihibahkan kepada pihak kampus, namun dengan kompensasi yang disebut “uang sirih pinang” untuk pemilik tanah.
Solusi kedua adalah mengubah SK hijau yang telah terbit agar status tanah tetap atas nama pemilik asli, sehingga pemerintah daerah dapat membayar kompensasi secara resmi kepada pemilik tanah. “Ini menjadi satu-satunya kendala di luar dari moratorium pembukaan universitas negeri,” tegas Dahoklory.
Upaya Peningkatan Kualitas
Di tengah keterbatasan, PSDKU MBD tetap berupaya meningkatkan kualitas pendidikannya. “Proses akreditasi dari setiap program studi sudah kami lakukan 4 tahun terakhir dan tahun ini kami akan usul untuk akreditasi yang kedua dengan harapan kita akan dapat unggul,” ujarnya. Saat ini, enam program studi di PSDKU MBD telah terakreditasi dengan status “baik”.
Selain itu, kampus juga mendorong peningkatan kualifikasi dosen. “Saat ini ada 3 dosen yang sedang melanjutkan studi S3 menggunakan dana hibah dan 2 dosen menggunakan dana Inpex hasil perjuangan dari Pemda dan intelektual MBD,” kata Dahoklory.
Dosen dan Tenaga Kependidikan
PSDKU MBD memiliki 46 dosen pengajar dengan rincian 7 orang berstatus non-ASN, 23 orang PPPK, dan 16 orang PNS. Sebanyak 7 dosen sedang menempuh studi lanjut. Untuk tenaga kependidikan berjumlah 29 orang termasuk cleaning service, penata taman, security, dan staf administrasi.
Dahoklory mengakui adanya persoalan dalam proses perkuliahan, terutama yang menggunakan sistem daring. “Persoalan zoom ini akan berpengaruh pada kualitas pendidikan, kami akui hal itu,” ujarnya.
Kendala Fungsional Dosen
Kendala lain yang dihadapi adalah terkait jabatan fungsional dosen. “Untuk aturan memegang satu mata kuliah, syaratnya adalah golongan minimal 3C atau fungsional lektor. Kami yang bertugas di PSDKU MBD rata-rata masih berstatus jabatan fungsional asisten ahli,” jelasnya.
Untuk mengatasi hal ini, pihak kampus melakukan kebijakan “menabrak aturan” agar dosen lokal dapat mengajar lebih banyak mata kuliah. “Sistem PSDKU transaksional. Kalau semua dosen dari Ambon, anggaran kita tidak cukup. Makanya aturan ini ditabrak pimpinan sehingga hari ini 80 persen dosen yang mengajar adalah dosen homebased,” kata Dahoklory.
Fluktuasi Jumlah Mahasiswa
Berbicara tentang jumlah mahasiswa, Dahoklory mengakui ada fluktuasi minat. “Untuk prodi peternakan sendiri di tahun 2023 hanya 6 mahasiswa, kemudian kami berupaya melakukan sosialisasi sehingga tahun 2024 meningkat menjadi 10 mahasiswa,” katanya.
Dari total 1.400 mahasiswa yang terdaftar, yang aktif membayar UKT saat ini sekitar 600 orang. “Awal-awal kita berada di angka 200-an mahasiswa secara keseluruhan. Sejak tahun 2022 menurun sampai 140 mahasiswa, tahun 2023 meningkat menjadi 157 mahasiswa, dan tahun 2024 meningkat lagi menjadi 163 mahasiswa,” jelasnya.
Persoalan Mahasiswa DO
Salah satu persoalan yang dihadapi adalah masalah Drop Out (DO) mahasiswa. “Sebenarnya indikator yang pertama membuat sehingga DO ini terjadi adalah tunggakan pembayaran UKT,” kata Dahoklory.
Untuk mengatasi hal ini, pihak kampus telah membuka peluang jalur RPL (Rekognisi Pengetahuan Lampau) bagi mahasiswa yang terancam DO. “Tahun 2017 kita berproses yang namanya pengunduran diri sehingga mereka bisa masuk melalui RPL tanpa harus mengulang dari awal,” jelasnya.
Hingga Desember 2024, PSDKU MBD telah meluluskan 466 mahasiswa dari 6 program studi. Pihak kampus juga telah memperbaiki fasilitas dengan menambah gedung perkuliahan dan laboratorium komputer dengan 30 PC yang dilengkapi WiFi berkecepatan 160 Mbps.
Namun, Dahoklory mengakui masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. “Kami terbuka, kami masih kurang banyak. Tetapi kami menyadari sungguh kami tidak bisa memaksakan. Kalaupun masalah manajemen keuangan ini diatur sebelumnya mungkin saya pikir bisa, tetapi kalau sampai hari ini masih dikelola di Unpatti, saya orang juga yang pesimis,” tutupnya (PW. 19)