TIAKUR, peloporwiratama.co.id – Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) untuk Bahasa Moa kembali digelar di Gedung Serbaguna Tiakur, Sabtu (15/11/2025), sebagai langkah strategis menjaga eksistensi bahasa daerah yang terancam punah. Kegiatan ini menjadi bagian dari program Revitalisasi Bahasa Daerah di Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) yang melibatkan generasi muda sebagai garda terdepan pelestarian bahasa ibu.
Festival yang dihadiri unsur Forkopimda MBD, 23 kepala sekolah, guru pendamping, serta ratusan peserta dari berbagai jenjang pendidikan ini menampilkan kompetisi menulis cerpen, membaca puisi, mendongeng, berpidato, menyanyi, hingga komedi berbahasa Moa. Pemenang tingkat kabupaten akan mewakili MBD pada ajang FTBI tingkat Provinsi Maluku sebagai Duta Bahasa Moa.
Kepala Subag Umum Balai Bahasa Provinsi Maluku, Linda Margret Heumasse, yang mewakili Kepala Balai Bahasa, menegaskan pentingnya kerja kolektif dalam menyelamatkan bahasa daerah. Menurutnya, revitalisasi harus dilakukan melalui dokumentasi bahasa lewat rekaman cerita dan kosakata, pembelajaran yang menyenangkan seperti kelas bahasa dan lagu daerah, penguatan peran keluarga sebagai pewaris utama, serta mendorong guru mengajarkan bahasa daerah sesuai amanat Undang-Undang Kebahasaan.
Linda menjelaskan, tahun 2025 menjadi tahun pendampingan untuk lima bahasa di Maluku, termasuk Bahasa Moa. Festival ini merupakan tahap kelima dari rangkaian program revitalisasi yang telah berjalan. “Dengan menulis cerpen, membaca puisi, mendongeng, berpidato, menyanyi, hingga komedi berbahasa Moa, anak-anak membuktikan bahwa Bahasa Moa memiliki masa depan,” katanya.
Sekretaris Daerah Kabupaten MBD, Eduard J. S. Davidz, yang mewakili Bupati MBD dalam pembukaan resmi festival, menyebut bahasa daerah sebagai identitas diri dan cermin kebudayaan. “Bahasa adalah cara masyarakat kita dikenal. Sebuah kota atau kampung sering diingat dari bahasa yang dituturkan penduduknya,” ujarnya di hadapan ratusan peserta.
Eduard memberikan apresiasi kepada Balai Bahasa Provinsi Maluku atas inisiatif dan komitmen dalam pelestarian bahasa daerah. Ia berharap bahasa-bahasa lain di MBD juga dapat mengikuti jejak Bahasa Moa agar kembali digunakan dalam keseharian masyarakat.
“Tantangan pelestarian bahasa daerah memang besar, namun tidak ada yang mustahil jika semua unsur bekerja bersama: pemerintah daerah, sekolah, komunitas adat, orang tua, dan seluruh masyarakat,” tuturnya.
Sekda Eduard menyebut generasi muda yang tampil dalam festival sebagai generasi emas dan calon duta budaya daerah. Ia menutup sambutan dengan pesan kuat kepada seluruh masyarakat MBD.
“Banggalah menjadi penutur Bahasa Moa. Bahasa dan budaya adalah identitas kita. Mari kita jaga bersama agar tidak hilang di masa depan,” pesannya. (PW-19)