Erna Lisa Halaby: Sinar Harapan Baru Banjarbaru dari Perspektif Ilmu Administrasi

Oleh.  DR. H. Ahyar Wahyudi, S.Kep. Ns., M.Kep., CISHR, FISQua, FRSPH, FIHFAA (Reviewer Jurnal PRAJA Observer: Jurnal Penelitian Administrasi Publik)

Pendahuluan

Pilkada Banjarbaru 2024 menjadi sorotan dengan munculnya sosok Erna Lisa Halaby (ELH), yang membawa angin perubahan dan visi baru yang menyegarkan. Dengan strategi kampanye inovatif, ELH berhasil menarik perhatian masyarakat Banjarbaru. Artikel ini, yang diulas dari perspektif ilmu administrasi dengan menjaga netralitas dan tidak bermaksud menyinggung atau merugikan pihak manapun.

Banjarbaru: Arena Persaingan yang Dinamis

Banjarbaru, kota Idaman yang dinamis, menjadi medan persaingan bagi calon walikota. Baliho menjadi media penting dalam menyampaikan pesan dan membangun citra calon. ELH, dengan slogan “Harapan Baru Banjarbaru,” menggunakan baliho secara cerdas dan efektif untuk menyampaikan visi dan misinya. Di sisi lain, petahana menghadapi tantangan dalam memperoleh dukungan politik yang cukup.

Kecemerlangan Strategi Baliho ELH

Dari sudut pandang ilmu administrasi, strategi kampanye ELH dapat dianalisis melalui teori komunikasi publik dan manajemen citra. Baliho dengan desain mencolok dan pesan kuat adalah alat yang digunakan untuk menarik simpati pemilih. Menurut teori komunikasi publik, pesan yang disampaikan harus jelas, konsisten, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat (Denhardt & Denhardt, 2015).

Potret ELH dengan senyum lebar dan kontak mata langsung pada balihonya menciptakan kesan ramah dan keterbukaan. Strategi ini berhasil membangun kedekatan emosional dengan masyarakat, yang merupakan aspek penting dalam manajemen citra. Penggunaan slogan “Harapan Baru Banjarbaru” menggema di seluruh kota, mencerminkan komitmen ELH untuk membawa perubahan positif yang sangat dibutuhkan masyarakat. Pendekatan ini sejalan dengan teori New Public Management yang menekankan inovasi dan efisiensi dalam pelayanan publik (Hood, 1991).

Keunggulan Tak Tertandingi ELH

ELH menonjol dengan sejumlah keunggulan yang membedakannya dari calon lainnya. Keberanian untuk meninggalkan status Aparatur Sipil Negara (ASN) menunjukkan komitmen tulus untuk mengabdi kepada masyarakat Banjarbaru tanpa dibatasi birokrasi. Langkah ini mencerminkan nilai-nilai etika administrasi publik seperti integritas, dedikasi, dan keberanian (Cooper, 2012).

Strategi komunikasi visual yang diterapkan oleh ELH sangat efektif dalam menarik perhatian masyarakat. Menurut teori efek media, visual yang kuat dan konsisten dapat mempengaruhi persepsi dan opini publik (McQuail, 2010). Baliho yang menampilkan potret ELH dengan senyum lebar dan kontak mata langsung berhasil menciptakan kesan ramah dan terbuka, yang penting untuk membangun kepercayaan masyarakat.

Program-program yang diusung oleh ELH menunjukkan pemahaman mendalam tentang kebutuhan dan harapan masyarakat Banjarbaru. Dalam kampanyenya, ELH fokus pada isu-isu penting seperti peningkatan kualitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pengembangan ekonomi lokal. Pendekatan ini mencerminkan pentingnya responsivitas dan partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan (Frederickson, 1980). Kepekaan ELH terhadap masalah-masalah lokal ini menunjukkan komitmennya untuk benar-benar mendengarkan dan memenuhi kebutuhan warga.

Tantangan yang Dihadapi Calon Lain

Sementara ELH terus maju dengan strategi kampanyenya yang inovatif, calon lain menghadapi berbagai tantangan signifikan. Menurut laporan dari Trust Indonesia, beberapa calon lain menghadapi kesulitan dalam memperoleh dukungan politik yang cukup. Ketidakmampuan mereka untuk membangun koalisi yang kuat dengan partai politik menunjukkan kelemahan dalam manajemen politik mereka (Ahmad Fadhli, 2024).

Selain itu, beberapa calon lain menghadapi tantangan dalam memenuhi harapan masyarakat selama masa kepemimpinan mereka. Meskipun mereka menonjolkan stabilitas dan kesinambungan pembangunan, masyarakat menginginkan perubahan nyata dan inovatif yang belum sepenuhnya terwujud. Hal ini semakin memperkuat posisi ELH sebagai sosok yang siap membawa Banjarbaru menuju era baru yang lebih baik.

Dampak Sosial dan Politik

Strategi baliho yang digunakan oleh ELH memiliki dampak signifikan terhadap masyarakat Banjarbaru. Dari perspektif sosial, baliho-baliho yang tersebar di seluruh kota memicu diskusi dan meningkatkan partisipasi politik masyarakat. Ahmad, seorang warga Karang Anyar, menyatakan bahwa baliho memberikan informasi awal tentang calon yang maju dalam Pilkada. Namun, tidak semua masyarakat merasakan hal yang sama. Ibu Rina, seorang pedagang di Pasar Bauntung, merasa terganggu oleh banyaknya baliho yang menutupi pemandangan kota.

Dari perspektif politik, baliho menjadi alat penting untuk membangun citra dan meningkatkan visibilitas calon. ELH, dengan tagline “Harapan Baru Banjarbaru,” menggunakan baliho untuk menonjolkan semangat perubahan dan keterbukaan. Beberapa calon lain menekankan keberlanjutan dan keandalan melalui baliho yang menampilkan pencapaian mereka selama masa kepemimpinan. Namun, ELH berhasil menarik perhatian lebih dengan visi yang inovatif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Masalah utama dari penggunaan baliho dalam kampanye politik adalah ketergantungan pada visual tanpa memperhatikan substansi. Fenomena ini dapat dijelaskan melalui teori budaya visual yang dikemukakan oleh Mirzoeff (1999), yang menyatakan bahwa masyarakat modern cenderung terfokus pada tampilan visual daripada isi pesan. Baliho yang menonjolkan wajah calon dan slogan menarik dapat mengalihkan perhatian dari program dan visi yang sebenarnya lebih penting.

Akar permasalahan ini terletak pada budaya politik yang masih mengedepankan penampilan dan popularitas daripada kompetensi dan visi. Hal ini diperparah oleh kurangnya literasi politik di kalangan masyarakat, yang membuat mereka lebih mudah terpengaruh oleh tampilan visual daripada isi program. Dalam situasi ini, calon yang lebih dinamis dan responsif seperti ELH memiliki keunggulan dengan menawarkan program-program yang lebih substansial dan relevan.

Dampak bagi Masyarakat

Penggunaan baliho dalam kampanye politik memiliki dampak yang kompleks bagi masyarakat. Di satu sisi, baliho dapat meningkatkan partisipasi politik dengan menyediakan informasi awal tentang calon. Namun, di sisi lain, baliho juga dapat menyesatkan masyarakat dengan menonjolkan tampilan visual tanpa substansi. Hal ini dapat menyebabkan pemilih membuat keputusan yang tidak rasional dan berdampak negatif pada kualitas demokrasi.

ELH, dengan strategi baliho yang cerdas, berhasil membangun citra yang positif di mata masyarakat Banjarbaru. Potret dirinya yang selalu tersenyum dan kontak mata langsung memberikan kesan kedekatan dan keterbukaan, mencerminkan sosok pemimpin yang ramah dan mudah didekati. Selain itu, komitmennya terhadap peningkatan kualitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pengembangan ekonomi lokal menunjukkan bahwa ELH tidak hanya fokus pada penampilan visual tetapi juga pada substansi program yang relevan dan bermanfaat bagi masyarakat.

Kesimpulan

Dalam kilau strategi kampanye politik di Banjarbaru, ELH berdiri sebagai mercusuar harapan yang membawa angin perubahan. Melalui penggunaan baliho yang efektif, dia berhasil menciptakan citra positif dan mendalam di benak masyarakat. Ketika calon lain menghadapi berbagai tantangan, ELH dengan tegas menawarkan visi dan inovasi baru. Dengan demikian, ELH tidak hanya memanfaatkan strategi visual tetapi juga membangun fondasi substansial yang kokoh untuk kemajuan Banjarbaru.

Referensi

1. Ahmad Fadhli. (2024). Calon Wali Kota Terancam Tidak Maju Pilkada Banjarbaru. Republika. Retrieved from https://www.republika.co.id
2. Cooper, T. L. (2012). The Responsible Administrator: An Approach to Ethics for the Administrative Role. San Francisco, CA: Jossey-Bass.
3. Denhardt, R. B., & Denhardt, J. V. (2015). The New Public Service: Serving, Not Steering. Armonk, NY: M.E. Sharpe.
4. Frederickson, H. G. (1980). New Public Administration. Tuscaloosa, AL: University of Alabama Press.
5. Hood, C. (1991). A public management for all seasons?. Public Administration, 69(1), 3-19.
6. McQuail, D. (2010). Mass Communication Theory (6th ed.). London: Sage Publications.
7. Mirzoeff, N. (1999). An Introduction to Visual Culture. London: Routledge.

Related posts