Banyak Masalah Fiktif, Amtu Desak Kejaksaan Turun di Dawelor-Dawera

 

DAWELOR-DAWERA, peloporwiratama.co.id – Sejumlah proyek pembangunan di Kecamatan Dawelor-Dawera, Kabupaten Maluku Barat Daya, diduga fiktif dan sarat penyimpangan. Temuan ini mengemuka dari hasil kunjungan reses anggota DPRD setempat yang menyoroti pemanfaatan anggaran negara miliaran rupiah tanpa kejelasan hasil di lapangan.

Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Maluku Barat Daya, Remon Amtu, S.Sos., M.Si., menegaskan bahwa kondisi ini sudah saatnya menjadi perhatian serius aparat penegak hukum. Ia mendesak Kejaksaan dan Kepolisian segera membentuk tim khusus untuk menyelidiki berbagai dugaan korupsi yang menggerogoti keuangan negara di wilayah tersebut.

“Saya minta pihak kepolisian dan kejaksaan segera turun tangan. Ini bukan hanya soal proyek mangkrak, tetapi soal kerugian negara dan hak-hak masyarakat yang dirampas. Tidak boleh dibiarkan,” ujar Amtu lewat sambungan telepon, Jumat, (2/5/2025).

Salah satu proyek yang disoroti ialah pembangunan jaringan air bersih dari Desa Wiratan ke Desa Watuwei yang hingga kini tak kunjung rampung. Proyek ini diduga sudah dicairkan 100 persen, namun realisasi fisiknya nihil. Nama mantan Kepala Desa Wiratan, Ferry Nelson Saily, ikut disebut karena diduga telah menandatangani berita acara pekerjaan telah selesai, meski faktanya tidak demikian.

Masalah juga ditemukan pada pembangunan Kantor UPTD di Desa Watuwei. Proyek tersebut terbengkalai dan justru menyisakan utang-piutang dikalangan masyarakat desa Watuwei. “Kontraktor yang nakal dan tidak tauh diri harus ditindak tegas. Tidak bisa main-main dengan uang rakyat,” tegas anggota DPRD dari Fraksi PDI Perjuangan itu.

Ia juga menyinggung pengadaan panel tenaga surya untuk Puskesmas Watuwei yang dinilai dikerjakan secara asal-asalan. Hingga kini fasilitas tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Tak hanya itu, pembangunan Puskesmas baru di desa Watuwei dengan nilai kontrak mencapai Rp8,5 miliarpun dinilai asal jadi dan patut diaudit ulang.

“Ini bukan sekadar kegagalan teknis, tapi persoalan hukum. Ada indikasi kuat pelanggaran dalam pelaksanaan dan pengawasan proyek,” tambahnya.

Selain proyek fisik, Amtu juga menyinggung persoalan pengelolaan anggaran di Kantor Kecamatan Dawelor-Dawera yang diduga tidak transparan. Ia meminta agar pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh. Pasalnya, anggaran kantor ratusan juta tapi tidak punya apa- apa didalam kantor.

Tak kalah penting, menurutnya, penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) juga perlu ditelusuri. Dari laporan yang diterimanya, banyak Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) dana BOS tidak sesuai dengan realita di lapangan. “Inspektorat MBD harus segera turun tangan. Jangan tunggu sampai uang habis baru menyesal,” kata dia.

Lebih jauh, ia meminta agar pengelolaan dana desa, khususnya penyertaan modal untuk Badan Usaha Milik Desa (BumDes) di Desa Wiratan, juga diselidiki pasca kepemimpinan mantan Kepala Desa, Ferry Nelson Saily, dana BumDes diduga dikelola langsung oleh kepala desa tanpa mekanisme transparansi. Laporan keuangan pun tidak mencerminkan kenyataan di lapangan.

“Ini soal kepedulian terhadap supremasi hukum. Negara tidak boleh kalah oleh penyalahgunaan kekuasaan di desa. Hukum harus hadir untuk melindungi kepentingan masyarakat,” tutup Amtu.
(PW-19)

Related posts