Aktivitas Fisik sebagai Kunci Pencegahan Penyakit Kronis (Perspektif Kedokteran Kelautan)

Oleh. Kolonel Laut (K) Dr. dr. Hisnindarsyah, SpKL Subsp.KT(K), SE., M.Kes., MH., C.FEM., FIHFAA, FISQua, FRSPH

Aktivitas fisik memainkan peran vital dalam menjaga kesehatan dan mencegah penyakit kronis. Namun, data terbaru menunjukkan bahwa hampir sepertiga populasi dewasa dunia tidak mencapai tingkat aktivitas fisik yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2022. Fenomena ini mengkhawatirkan, mengingat peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, diabetes tipe 2, demensia, dan kanker akibat ketidakaktifan fisik. Melalui lensa kedokteran kelautan artikel ini akan menakar secara kritis akar permasalahan kurangnya aktivitas fisik, serta menawarkan solusi berbasis teori dan konsep yang relevan.

Ketidakaktifan fisik merupakan ancaman tersembunyi bagi kesehatan global, berkontribusi signifikan terhadap beban penyakit kronis. Dari perspektif kedokteran kelautan dan hiperbarik, penurunan aktivitas fisik dapat diperburuk oleh faktor-faktor lingkungan dan gaya hidup yang kurang mendukung kegiatan fisik. Misalnya, lingkungan perkotaan yang padat dan polusi udara tinggi dapat menghambat individu untuk berolahraga di luar ruangan, sementara kurangnya fasilitas rekreasi di daerah pesisir dan terpencil mengurangi akses masyarakat terhadap aktivitas fisik. Di lingkungan kelautan, tantangan tambahan seperti kondisi cuaca ekstrem dan akses terbatas ke fasilitas medis juga menjadi faktor yang perlu diperhatikan.

Teori transisi epidemiologi menjelaskan bahwa perubahan pola penyakit dari penyakit menular ke penyakit tidak menular adalah akibat dari perubahan gaya hidup dan lingkungan. Dengan meningkatnya urbanisasi dan modernisasi, pola aktivitas fisik masyarakat berubah secara signifikan, mengarah pada gaya hidup yang lebih menetap. Ini tercermin dalam meningkatnya prevalensi penyakit kronis seperti penyakit jantung dan diabetes tipe 2. Kedokteran kelautan, dengan fokusnya pada kesehatan komunitas pesisir, menunjukkan bahwa komunitas-komunitas ini sering menghadapi hambatan unik dalam mempertahankan gaya hidup aktif, seperti kurangnya infrastruktur dan sumber daya yang memadai.

Teori ekologi sosial menekankan pentingnya interaksi antara individu dan lingkungannya dalam menentukan perilaku kesehatan. Lingkungan yang tidak mendukung aktivitas fisik, seperti kurangnya ruang hijau dan infrastruktur pejalan kaki yang buruk, dapat menghambat orang untuk bergerak aktif. Untuk meningkatkan aktivitas fisik, diperlukan intervensi yang mencakup perubahan lingkungan fisik dan sosial. Di komunitas pesisir, misalnya, pembangunan fasilitas olahraga dan area rekreasi yang mudah diakses dapat mendorong masyarakat untuk lebih aktif. Selain itu, program pendidikan dan kampanye kesadaran yang menekankan pentingnya aktivitas fisik bagi kesehatan juga sangat diperlukan.

Teori motivasi diri menggarisbawahi pentingnya motivasi intrinsik dan ekstrinsik dalam mendorong perilaku sehat. Program promosi kesehatan harus dirancang untuk meningkatkan motivasi intrinsik individu melalui pendekatan yang menyenangkan dan menarik. Ini termasuk menyediakan fasilitas olahraga yang menarik dan mempromosikan kegiatan fisik yang sesuai dengan minat dan kebutuhan individu. Dalam aspek kedokteran kelautan, pendekatan ini dapat diterapkan dengan mengintegrasikan aktivitas fisik ke dalam kegiatan sehari-hari yang berhubungan dengan lingkungan laut, seperti snorkeling, berenang, atau bahkan berjalan di pantai.

Akar permasalahan kurangnya aktivitas fisik dapat ditelusuri ke beberapa faktor utama. Pertama, kurangnya kesadaran dan pendidikan tentang pentingnya aktivitas fisik untuk kesehatan jangka panjang. Banyak orang tidak menyadari manfaat besar dari aktivitas fisik, terutama dalam pencegahan penyakit kronis. Kedua, keterbatasan akses ke fasilitas olahraga dan ruang publik yang mendukung aktivitas fisik. Tidak semua orang memiliki akses mudah ke fasilitas tersebut, terutama di daerah pedesaan dan komunitas berpenghasilan rendah. Ketiga, budaya dan norma sosial yang tidak mendukung aktivitas fisik. Di beberapa budaya, aktivitas fisik mungkin tidak dianggap penting atau tidak didukung secara sosial. Misalnya, dalam beberapa komunitas, perempuan mungkin menghadapi hambatan budaya atau sosial untuk berpartisipasi dalam kegiatan fisik.

Kondisi ekonomi dan sosial juga memainkan peran penting dalam menentukan tingkat aktivitas fisik seseorang. Orang-orang dengan status ekonomi yang lebih rendah mungkin memiliki waktu dan sumber daya yang terbatas untuk berpartisipasi dalam kegiatan fisik. Mereka mungkin harus bekerja lebih banyak jam atau memiliki pekerjaan yang tidak memungkinkan mereka untuk bergerak aktif. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan solusi yang mempertimbangkan berbagai faktor ini dan menyediakan dukungan yang sesuai untuk membantu semua individu mencapai tingkat aktivitas fisik yang sehat.

Dalam mengatasi masalah kurangnya aktivitas fisik, beberapa solusi dapat diusulkan. Pertama, pemerintah harus mengembangkan kebijakan yang mendukung aktivitas fisik dengan menyediakan infrastruktur yang memadai, seperti taman, jalur sepeda, dan fasilitas olahraga publik. Investasi dalam menciptakan lingkungan yang mendukung aktivitas fisik dapat mendorong lebih banyak orang untuk bergerak aktif. Kedua, pendidikan dan kampanye kesadaran yang efektif harus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran tentang manfaat aktivitas fisik dan cara-cara untuk memasukkannya ke dalam rutinitas sehari-hari. Program pendidikan di sekolah-sekolah juga harus mencakup pendidikan jasmani yang komprehensif.

Pendekatan komunitas juga sangat penting dalam meningkatkan aktivitas fisik. Program berbasis komunitas yang melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan fisik dapat lebih berhasil. Ini termasuk program olahraga komunitas, kegiatan rekreasi bersama, dan dukungan untuk klub olahraga lokal. Di lingkungan kelautan, kegiatan seperti lomba renang atau pembersihan pantai dapat diorganisir untuk mendorong partisipasi komunitas dalam aktivitas fisik. Selain itu, memberikan dukungan dan motivasi kepada individu melalui pelatihan pribadi, program kesehatan di tempat kerja, dan insentif kesehatan dapat membantu meningkatkan tingkat aktivitas fisik. Penggunaan teknologi dan aplikasi kesehatan untuk memantau dan memotivasi aktivitas fisik juga dapat menjadi alat yang efektif dalam upaya ini.

Ketidakaktifan fisik adalah masalah kesehatan global yang memerlukan perhatian serius. Dari perspektif kedokteran kelautan dan hiperbarik, solusi untuk masalah ini harus mencakup intervensi berbasis lingkungan dan komunitas, pendidikan dan kesadaran, serta dukungan individu. Dengan pendekatan yang komprehensif dan terkoordinasi, kita dapat mengurangi risiko penyakit kronis dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan.

Referensi:

Deci, E. L., & Ryan, R. M. (1985). Intrinsic motivation and self-determination in human behavior. Springer Science & Business Media.

Krech, R. (2024). Physical inactivity: A silent threat to global health. World Health Organization.

Omran, A. R. (1971). The epidemiologic transition: A theory of the epidemiology of population change. Milbank Memorial Fund Quarterly, 49(4), 509-538.

Stokols, D. (1992). Establishing and maintaining healthy environments: Toward a social ecology of health promotion. American Psychologist, 47(1), 6-22.

WHO. (2024). Nearly 1.8 billion adults at risk of disease from not doing enough physical activity. World Health Organization.

Related posts