Pelayanan kesehatan adalah aspek kritis dalam kehidupan manusia. Kualitas pelayanan kesehatan yang baik bukan hanya diperlukan, tetapi juga merupakan hak mendasar setiap individu. Di Indonesia, Lembaga Akreditasi Fasilitas Kesehatan Indonesia (LAFKI) memainkan peran sentral dalam menjaga dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Di balik roda besar LAFKI, terdapat para surveior yang tampil sebagai agen perubahan yang memainkan peran penting dalam mengejar standar tinggi. Mari kita menggali lebih dalam peran dan dampak moral dari surveior dalam menjalankan tugas mereka.
Unfreeze: Mengidentifikasi Kekurangan
Sebagai surveior, peran pertama adalah “unfreeze,” sebuah konsep yang pertama kali diajukan oleh Kurt Lewin, seorang ahli psikologi sosial. Dalam konteks akreditasi puskesmas dan klinik, fase ini setara dengan mengidentifikasi kekurangan yang ada dalam pelayanan kesehatan. Surveior membekukan apa yang sudah ada, menghentikan status quo yang mungkin telah berlangsung selama bertahun-tahun. Lewin menekankan pentingnya menghentikan atau “membekukan” apa yang sudah ada sebelum perubahan nyata dapat terjadi.
Sejalan dengan pemikiran Lewin, surveior LAFKI adalah orang-orang yang berani dan tangguh. Mereka adalah mata dan telinga yang memeriksa kualitas layanan di puskesmas dan klinik. Mereka tidak hanya mengidentifikasi masalah, tetapi juga menganalisis akarnya. Dalam kerja keras mereka, mereka mengubah puskesmas dan klinik dari tempat yang mungkin telah terperangkap dalam rutinitas yang tidak memadai menjadi tempat yang siap untuk berubah demi kebaikan pasien dan masyarakat.
Change: Mendorong Perubahan Positif
Konsep “change” dari teori Lewin adalah tahap berikutnya dalam peran surveior. Setelah mengidentifikasi kekurangan, surveior memainkan peran sebagai agen perubahan yang mendorong perbaikan. Mereka memberikan rekomendasi kepada fasilitas kesehatan untuk memastikan bahwa standar akreditasi terpenuhi. Peran ini mencerminkan pentingnya perubahan yang dipicu oleh upaya surveior.
Dalam dunia yang terus berkembang, perubahan adalah satu-satunya konstan. Surveior LAFKI memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa perubahan-perubahan ini menuju perbaikan. Mereka adalah penggerak perubahan yang memiliki keberanian untuk berbicara dan mengambil tindakan ketika diperlukan. Perubahan yang mereka dorong bukan hanya perubahan teknis, tetapi juga perubahan dalam budaya dan etos kerja fasilitas kesehatan.
Freeze: Membekukan Perubahan untuk Kualitas Berkelanjutan
Tahap terakhir dalam konsep Lewin adalah “freeze” atau membekukan perubahan. Setelah perubahan berhasil dilakukan, surveior tidak hanya meninggalkannya begitu saja. Mereka harus memastikan bahwa perubahan tersebut tetap berkelanjutan dan tidak berubah kembali menjadi status quo yang lama. Mereka berperan dalam membekukan perubahan positif.
Seiring waktu, budaya kerja dan praktik di puskesmas dan klinik harus beradaptasi dengan perubahan yang telah dilakukan. Surveior LAFKI memberikan panduan dan dukungan untuk memastikan bahwa perubahan ini diterima oleh seluruh tim kesehatan. Mereka memainkan peran moral untuk memastikan bahwa fasilitas kesehatan terus berusaha menuju perbaikan yang berkelanjutan demi kebaikan pasien.
Utilitarianisme: Memaksimalkan Manfaat untuk Pasien dan Masyarakat
Dalam menjalankan peran mereka, surveior LAFKI bisa dipandang sebagai pengikut prinsip utilitarianisme yang diperkenalkan oleh filsuf John Stuart Mill. Prinsip ini mengedepankan tindakan yang menghasilkan manfaat terbesar bagi masyarakat. Surveior bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, yang pada akhirnya akan memberikan manfaat terbesar bagi pasien dan masyarakat secara umum.
Dalam konteks ini, surveior adalah wakil masyarakat yang bertindak demi kebaikan bersama. Dengan mengejar standar akreditasi yang ketat, mereka membantu memastikan bahwa puskesmas dan klinik memberikan layanan yang lebih baik, lebih aman, dan lebih berkualitas. Dengan demikian, mereka mendukung hak asasi setiap individu untuk menerima perawatan yang terbaik.
Etika dalam Pelayanan Kesehatan: Prinsip Otonomi Pasien dan Primum Non Nocere
Surveior juga harus menjalankan peran mereka dengan mengikuti prinsip etika dalam pelayanan kesehatan. Prinsip otonomi pasien, yang menekankan hak pasien untuk membuat keputusan tentang perawatan mereka sendiri, harus selalu diperhatikan. Surveior harus memastikan bahwa fasilitas kesehatan menghormati hak ini.
Selain itu, prinsip “primum non nocere” atau “terutama jangan merugikan” harus menjadi panduan bagi surveior. Mereka harus memastikan bahwa perubahan yang mereka sarankan tidak hanya meningkatkan kualitas layanan, tetapi juga tidak membahayakan pasien. Ini adalah tanggung jawab moral yang sangat besar.
Pesan dan Kesimpulan Moral: Meningkatkan Kualitas Pelayanan adalah Tugas Bersama
Dalam perannya sebagai agen perubahan, surveior LAFKI memiliki dampak besar pada kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Mereka bukan hanya menjalankan tugas teknis, tetapi juga memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan bahwa pasien dan masyarakat mendapatkan pelayanan yang terbaik.
Pesan moral yang dapat diambil dari peran surveior adalah bahwa meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan adalah tugas bersama. Semua pihak, termasuk surveior, fasilitas kesehatan, dan pemerintah, harus bekerja sama untuk mencapai standar yang tinggi. Dalam melanjutkan peran mereka sebagai agen perubahan, surveior harus menjalankan tugas ini dengan penuh integritas, etika, dan dedikasi untuk kesejahteraan pasien dan masyarakat.
Sebagai individu, kita juga memiliki peran dalam memastikan bahwa fasilitas kesehatan yang kita kunjungi atau gunakan mematuhi standar akreditasi yang ketat. Dengan demikian, kita dapat menjadi bagian dari perubahan positif dalam sistem perawatan kesehatan yang akan memberikan manfaat bagi semua.
Pada akhirnya, para surveior LAFKI tidak hanya menjalankan tugas rutin mereka, melainkan juga merupakan pahlawan sejati yang berjuang demi peningkatan kualitas pelayanan kesehatan bagi kita semua. Dengan dedikasi yang tak kenal lelah, integritas yang tidak tergoyahkan, dan komitmen yang luar biasa, mereka adalah tonggak perubahan yang harus kita hormati dan hargai. Mari kita bersama-sama memberikan dukungan penuh kepada mereka dalam menjalankan tugas mereka yang sangat penting demi kesejahteraan masyarakat. Melalui upaya bersama ini, kita semua akan merasakan manfaat dari pelayanan kesehatan yang lebih baik, lebih manusiawi, dan lebih bermartabat.
Oleh: Dr. Ahyar Wahyudi, Ns., M.Kep., FISQua, FRSPH, FIHFAA