NDUGA, PW: Deretan pegunungan tanpa jaringan seluler dan listrik, jalan setapak, kabut, rumah honai, itulah gambaran nyata distrik Mbua di pegunungan tengah Nduga bagian utara. Gambaran Distrik Mbua cukup mewakili distrik lain yang ada di Nduga bagian utara seperti distrik Dal, Yigi, Yal dan Mugi. Dimana daerah tersebut merupakan wilayah penuagasan Prajurit TNI Satgas Yonif RK 114/SM dari Kodam Iskandar Muda Aceh sejak Juli 2021. Wilayah ini masih dikategorikan zona merah bagi prajurit TNI sejak peristiwa Puncak Kabo Desember 2018. Terutama di tiga distrik bagian barat puncak kabo, sampai saat ini masyarakat yang mendiami Distrik Yigi, Yal dan Mugi masih mengungsi ke wilayah kabupaten Jaya Wijaya.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang bagaimana keadaan, akifitas dan kehidupan masyarakat diwilayah penugasan, Satgas Yonif RK 114/SM membuat program yang diberi nama Honai to honai. Mengunjungi honai masyarakat di setiap kampung secara bergilir dilaksanakan secara rutin dan terjadwal. Yang menjadi prioritas adalah honai yang terpisah dan yang dinilai jarang bersosialisasi dengan masyarakat dan personil TNI Pos satgas sebelumnya.
Tidak hanya berkunjung, dalam kegiatan honai to honai yang paling utama adalah melaksanakan komunikasi sosial dan kegiatan sosial lainnya.
Seperti pelaksanaan honai to honai Rabu 5 Januari 2022, di honai mama (honai perempuan) kampung Sinai. Personel Pos Mbua Satgas Yonif RK 114/SM membawa bahan makanan antara lain beras, mie instan, telur, gula, kopi dan makan ringan untuk dimasak dan makan bersama masyarakat honai yang berada sekitar wilayah tersebut. Ini bertujuan agar komunikasi sosial dapat terbentuk dalam suasana kebersamaan.
Pada kesempatan yang sama dilaksankan pelayanan kesehatan dan pemberian bantuan sembako untuk masyarakat yang menempati honai.
Pada kesempatan itu juga hadir dan bergabung rombongan bapak-bapak dan anak anak dari honai wace (honai laki-laki) yang letaknya tidak jauh dari lokasi honai mama. Ikut hadir salah satu tokoh yang dituakan oleh masyarakat kampung Sinai yaitu Bapak Buah Duduk yang sering diijuluki Bapak Koteka.
“Terimakasih anak, dari pos sudah datang bawa bahagia, hari-hari mama dan anak ini makan tumbut (ubi) saja, nasi kah… beras kah… boleh, mantri kasih obat boleh”. Ungkap Bapak Koteka dengan dialek khas Papua.
Selanjutnya Bapak Koteka memberikan keterangan, “Bapak boleh bicara ini mama-mama tidak takut, mama malu saja tidak bisa bicara banyak Indonesia, bicara Mbua boleh”.
Suasana semakin akrab dengan canda dan pecahnya senyum tawa bersama karena mendengar mama-mama yang berusaha berbicara dalam bahasa Indonesia…@/red