Solidaritas Sosial Menguat, Haruskah Terdahului Musibah Lalu Teraih Berkah?

Kepri, PW: Saat ini kita sungguh berduka Banyak musibah, silih berganti. Apakah ini peringatan, ujian sabar atau buah tangan perilaku manusia.  Sungguh kita hanya dan harusnya bisa berikhtibar atas ini semua.

Namun sesungguhnya ada musibah yang merupakan kehendak Alloh azza wajala. Murni kehendak Alloh tanpa campur tangan manusia. Dan tentunya, ada kebaikan yang diharapkan dari ujian berupa musibah itu.  Harapan apa itu? Yaitu kebaikan yang lebih besar. Meningkatnya iman, terkikisnya sikap sombong dan hilangnya perilaku, iri ,dengki, fitnah serta dholim.

Solidaritas sosial yang makin kuat,  terjalin persaudaraan bangsa makin erat, empati, simpati , kepedulian serta kekompakan. Termasuk mengembalikan ke khittoh semula  : semangat gotong royong dan tolong menolong yang merupakan fundamen bangsa.

Dan ini juga sekaligus peringatan  agar kembali ke Allah. Pelajaran betapa tidak berartinya harta duniawi. Karena semua bisa lenyap ,musnah sirna . Diambil kembali dalam   sekejap  oleh Sang Maha Pemilik, Alloh Subhanahuwata’ala.

Sungguh musibah ini membuat duka yang mendalam pada bangsa ini. Dan itu diwujudkan dalam empati berupa kepedulian dan saling berbagi. Berbagi untuk meringankan beban sesama saudara sebangsa yang sedang diuji. Inilah  bukti adanya kebaikan besar di balik musibah Qahri. Musibah yang merupakan ujian.

Sedangkan yang perlu di sedihkan adalah musibah yang tidak ada sedikipun kebaikan didalamnya. musibah ikhtiyari (اختياري) yaitu musibah yang muncul karena perilaku  manusia atau akibat dari ulah tangan manusia.

Kemaksiatan yang dibiarkan dan dilegalisasi. Perzinahan, perselingkuhan, LGBT penyuka sesama jenis , yang makin marak. Tidak peduli ada Corona atau tidak. Semuanya serentak tetap ada dimana mana.

Kejahatan yang makin meningkat, sadis, kejam dengan perilaku yang tak terbayangkan. Manusia mampu melakukannya, sedangkan binatang saja tak kuasa berlaku sedemikian.

Sungguh, Tuhan tidak ikut campur dalam urusan ini. Karena manusia diberikan kebebasan untuk memilih. Perilaku maksiat, adalah bagian dari hasil kebebasan memilih manusia.

Dan semuanya: jahr, pasti ditampakkannya tanpa ditutupi lagi. Karena apa? Karena mereka bermasiat tanpa malu malu lagi.

Rakyat sedang sulit dan susah, pejabatnya melakukan  korupsi terstruktur dan sistematis. Besar besaran, gila gilaan. Sampai manusia yang waras sudah tak lagi mampu membayangkan dan berpikir, mengapa dan untuk apa harta, uang dan kekuasaan yang diambil begitu besar.  Disaat dan di atas penderitaan rakyat.

Innalillahi untuk matinya hatinurani mereka yang berani mencederai amanah ibu pertiwi.

Disisi lain, kebodohan  merajalela. Akibat enggannya generasi muslim mempelajari agama. Akibatnya  para ulama terus menerus diwafatkan. Tenaga medis yang tulus dan ikhlas , berguguran.

Adab dan etika telah hilang. Banyak istri melawan suami, bahkan terbiasa berperilaku mengumbar syahwat di media. Anak anak tak lagi menghargai orangtuanya. Murid berani melawan gurunya Adapula guru yang tega melecehkan muridnya. Orangtua melecehkan anak anaknya. Dunia carut marut, karena perilaku manusianya.

Itu semua adalah musibah besar. Lalu tidak layakkah  Allah timpakan ini semua sebagai balasan kelakuan manusia? Atau untuk menyadarkan manusia agar segera kembali pada jalanNya?.

Musibah menjadi berkah?

Berkah dibalik musibah?

Sudah selayaknya kita bertaubah. Seraya berdoa untuk saudara kita yang diuji dengan musibah bencana alam (qahri).

Dan kita berdoa agar kita dan keluarga terhindar dari musibah yang lebih besar yaitu musibah ikhtiyari. Musibah yang terjadi karena perilaku kita sendiri yang kufur nikmat, cinta dunia dan maksiat, dan tak juga mau bertaubat.

Ampuni kami ya Alloh.

 

*Dr (c) Hisnindarsyah dokterGeJeBlangkonputih

Related posts