Kepri, PW: Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi masyarakat, bukan partai politik. NU dimanapun berada menjadi rumah besar umat Islam Ahlussunnah wal Jamaah an Nahdliyah.
Sebagai rumah besar, NU menerima siapapun yang datang untuk bersilaturahim. Muslim, Non Muslim, Lintas Ormas dan bahkan dari kalangan Partai Politik. Dan sebagai rumah besar pula, NU tempat bernaungnya anak bangsa yang berkomitmen menjaga Ukhuwah An Nahdliyah.
Ukhuwah An Nahdliyah berakar dari Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Insaniyah dan Ukhuwah Wathoniyah. Ukhuwah An Nahdliyah merupakan formulasi sikap persaudaraan, kerukunan, persaudaraan, dan solidaritas yang dilakukan oleh seseorang dengan orang lain atau satu kelompok pada kelompok lain dalam interaksi sosial yang menjunjung tinggi nilai agama, tradisi dan sejarah bangsa yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip Ahlussunnah Wal Jamaah an Nahdliyah.
Maka, di saat seseorang menyatakan dia sebagai Nahdliyin, ia harus berkomitmen mengimplementasikan ukhuwah an Naahdliyah ini dalam kehidupannya. Kita ketahui bersama, NU berisi Nahdliyin dari berbagai etnis dan parpol sama halnya dengan Parpol yang diisi oleh berbagai etnis dan ormas, termasuk Nahdliyin baik kultural maupun Struktural.
KH. Said Aqil Siraj pernah mengatakan bahwa berpartai adalah hak semua warga. NU di semua tingkatan selalu berupaya menjadi rumah besar bagi seluruh kadernya, tanpa memandang latar belakang afilisiasi politik praktis mereka.
Warga Nahdliyyin tidak dipungkiri memiliki aspirasi, idealisme, dan mimpi berbeda. Dalam politik demokrasi, kebebasan untuk memilih dan memilah kemana hal ini ditampung adalah kebebasan warga negara.
Demokrasi adalah wasilah, bukan tujuan akhir. Tujuan demokrasi adalah kemaslahan umat, bangsa dan negara. Keragaman afiliasi elite dan warga NU ke berbaga politik harus diukur dengan standar sejauh mana membawa maslahat. Semakin besar peluang suara Nahdliyin terwakili berkat keragaman afiliasi partai politik, maka keragaman tersebut perlu disebar.
Dalam diaspora Nahdliyin ini, perlu kesadaran untuk memilih wadah yang meninggikan NU dan menghargai tiap jenjang NU, mulai dari amaliyah hingga para Kyai dan Ulama NU siapapun dia.
Nahdliyin atau kader NU yang terjun ke politik harus tetap merefleksikan sikap tawasuth, tawazun, tasamuh dan i’tidal seperti dawuh Kiai NU. Apabila ini di kedepankan, maka di partai politik manapun Nahdliyin berada ia sadar akan keragaman di dalamnya, maka saling menghargai adalah keniscayaan yang harus melekat dalam gerak langkahnya sebagai kader NU. Wallahua’lam Bishowab.
*Ardiansyah (Sekretaris PCNU Kota Tanjungpinang)