Ketua GTK-FOR Keadilan Desak DPRD SBB Segera Tindaklanjuti Tuntutan Karyawan PT SIM

 

SBB PW 23 Juli 2025 — Bertempat di Jalan Trash Seram, Desa Hatusua, Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Ketua Gerakan Tenaga Kerja For Keadilan (GTK-FOR Keadilan), Jacobis Heatubun, didampingi oleh Yanto Lemasol dan Melkisedek Tuhehay, menyampaikan pernyataan tegas seusai melakukan aksi damai di depan kantor DPRD Kabupaten SBB.

Dalam keterangannya kepada awak media dan peserta aksi, Jacobis menyoroti nasib ratusan karyawan dari empat desa/negeri yakni Hatusua, Nurue, Lohiatala, dan Kawa atas yang terdampak langsung dari penghentian sementara operasi PT SIM.

Aksi ini merupakan bentuk kekecewaan para pekerja dan masyarakat terhadap lambannya penyelesaian kasus agraria yang sudah berlangsung lebih dari lima tahun.

“Harapan kami, seluruh tuntutan yang kami sampaikan hari ini diterima dan ditindaklanjuti oleh DPRD Kabupaten SBB.

Kami sepakat memberi waktu hanya tiga hari untuk DPRD memberikan jawaban pasti. Jangan lagi berlarut-larut. Kasus agraria ini sudah lebih dari lima tahun tidak menemui titik terang,” tegas Jacobis.

Ia juga meminta agar DPRD segera mencabut surat penghentian operasi sementara PT SIM. Menurut Jacobis, keberadaan perusahaan tersebut telah membuka lapangan kerja dan mengurangi angka pengangguran di Kabupaten SBB.

Penghentian operasional secara sepihak dianggap sangat merugikan rakyat kecil, khususnya para pekerja yang kini sudah dirumahkan.

“Kami minta agar Bupati SBB juga mendengarkan jeritan hati para pekerja. Jangan hanya membuat keputusan sepihak yang justru menyengsarakan rakyatnya sendiri.

Banyak warga kami yang mendapat penghidupan dari PT SIM. Kalau perusahaan ini disetop operasinya, lalu bagaimana dengan kami?” tambahnya.

Jacobis juga menyinggung soal kepercayaan masyarakat yang mulai menurun terhadap pemerintah daerah.

Ia menegaskan bahwa bila dalam waktu tiga hari ke depan tidak ada tanggapan atau solusi dari DPRD maupun Pemda SBB, maka massa akan mengambil langkah lanjutan yang lebih besar.

“Jika tidak ada tanggapan, kami akan melakukan aksi lanjutan seperti yang dilakukan masyarakat Dusun Pelita jaya , yaitu pemalangan jalan dengan massa yang jauh lebih besar.

Ini bukan ancaman, tapi bentuk keputusasaan rakyat yang merasa diabaikan oleh pemerintahnya sendiri,” tutup Jacobis dengan nada tegas.

Para peserta aksi membawa spanduk dan poster berisi tuntutan, serta menyerukan agar keadilan bagi pekerja benar-benar diwujudkan oleh wakil rakyat dan kepala daerah.

Kini semua mata tertuju pada langkah DPRD dan Pemkab SBB dalam merespon tuntutan ini. Apakah suara rakyat kecil akan didengar dan ditindaklanjuti, atau justru dibiarkan menjadi bara api yang semakin membesar di tengah ketidakpastian nasib para pekerja? .@dy

Related posts