DPRD Soroti Krisis Dokter Puskesmas, Desak Pemda Evaluasi Dana Beasiswa

TIAKUR, peloporwiratama.co.id – Komisi 2 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) Menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dinas Kesehatan dan Direktur RSUD Tiakur pada Senin, (19/5), Komisi II DPRD MBD menyuarakan keresahan publik terkait langkanya dokter di puskesmas, bahkan di wilayah perkotaan. Ketua Komisi II, Remon Amtu, menilai persoalan ini bukan sekadar soal distribusi tenaga medis, tetapi menyangkut komitmen moral dan akuntabilitas penggunaan dana publik.

DPRD MBD menyampaikan keresahan publik terkait tenaga dokter di sejumlah puskesmas, bahkan di RSUD. Ketua Komisi II, Remon Amtu, menilai persoalan ini bukan sekadar soal distribusi tenaga medis, tetapi menyangkut hak setiap warga Negara Indonesia untuk mendapat pelayanan kesehatan yang prima.

Rapat yang digelar di ruang Komisi II, Amtu secara terbuka menyoroti ketidakhadiran dokter di banyak puskesmas, termasuk di daerah terpencil seperti Dawelor-Dawera, Letwurung Pulau Masela, Pulau Wetar, hingga Puskesmas kota Tiakur.

Amtu, memberikan apresiasi kepada Pemerintah Daerah yang terus memberikan bantuan beasiswa kedokteran tetapi tidak ada kesadaran dan penerima beasiswa yang setelah selesai studi memilih bertugas diluar MBD.

” Mereka itu pakai uang rakyat untuk beasiswa studi kedokteran. Rakyat berharap mereka selesai studi harus datang mengabdi dan melayani kepada rakyat MBD. Ini yang harus dievaluasi oleh Pemda terkait hal ini” tegasnya.

Beberapa penerima beasiswa diketahui bekerja di luar daerah dan tak kembali mengabdi di kampung halamannya.

“Uang rakyat ini diberikan dengan harapan setelah selesai studi, mereka kembali dan melayani masyarakat MBD. Tapi yang terjadi, mereka ambil beasiswa lalu pergi mengabdi di luar daerah. Ini pelanggaran moral dan tanggung jawab publik,” tegas Remon Amtu dalam forum RDP.

Pihak Dinas Kesehatan membenarkan bahwa sebagian besar penerima beasiswa masih bertugas di luar daerah. Menurut Kepala Dinas, pihaknya kesulitan menarik kembali para dokter tersebut, meski sudah berkali-kali dilakukan pendekatan.

Namun jawaban itu tidak memuaskan. Amtu menilai kelemahan utama terletak pada kurangnya ketegasan regulasi. Ia meminta Pemda menerapkan mekanisme pengembalian dana beasiswa bagi mereka yang mangkir dari kewajiban mengabdi.

Komisi II DPRD MBD menuntut langkah konkret dari Pemerintah Daerah, bukan sekadar dalih administratif. Amtu mendesak agar para dokter yang telah dibina dengan dana publik dan tak kembali, wajib mengembalikan biaya pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban hukum. Selain itu, pemerintah diminta segera memetakan kebutuhan dokter umum dan spesialis secara proporsional, agar setiap puskesmas—terutama di wilayah terluar—dapat memberikan layanan dasar kesehatan secara optimal. “Kalau bisa digantikan, harus ada pertanggungjawaban secara hukum,” tutup Amtu dengan nada tegas.

Dalam rapat tersebut, koordinator dan anggota Komisi 2 yang hadir, Roy D Mesdila, Geli Tumangken, Anthonius Louwatu, Hendrita Jermias, Alita Baker. Merekapun ikut menyoroti pihak penerima beasiswa kedokteran yang tidak mengabdi di MBD. Secara tegas, meminta Bupati untuk segera memerintahkan oknum penerima beasiswa yang sedang mengabdi di luar MBD untuk segera kembali.

Dalam kesempatan itu, Komisi 2 menyoroti pelayanan di RSUD Tiakur. Dan membahas kesiapan untuk peningkatan status RDUD Tiakur kedepan. (PW-19)

Related posts