Ciamis, Jabar – PW. Kebijakan Dinas Pendidikan Ciamis yang tetap menggelar Festival Lomba Seni dan Sastra Siswa Nasional (FLS3N) dan Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) di SMP Negeri 6 Ciamis pada Kamis, 8 Mei 2025, menuai kritik tajam. Pasalnya, kegiatan tersebut bertepatan dengan pelaksanaan ujian akhir bagi siswa kelas 9 di sekolah yang sama.
Sebanyak 102 siswa dari enam komisariat SMP se-Kabupaten Ciamis berpartisipasi dalam berbagai cabang lomba seni, seperti pantomim, tari kreasi, vokal solo, musik tradisional, hingga ilustrasi gambar. Di saat yang sama, puluhan siswa SMPN 6 tengah menghadapi ujian akhir—momen krusial yang menentukan kelulusan mereka.
Dikorbankan Demi Agenda Seremonial
Kritik datang dari berbagai kalangan yang menilai bahwa Dinas Pendidikan Ciamis telah mengambil keputusan keliru dengan memprioritaskan agenda lomba ketimbang kepentingan akademik siswa.
Seorang aktivis pendidikan asal Ciamis yang enggan disebutkan namanya menyebut keputusan tersebut sebagai bentuk ketidakpekaan terhadap psikologi siswa. “Bagaimana mungkin ujian bisa dilakukan dengan khidmat jika sekolah berubah menjadi arena kegiatan seni yang hiruk-pikuk? Ini menunjukkan bahwa siswa kelas 9 seolah dikorbankan demi agenda seremonial,” ujarnya, Jumat (9/5/2025).
Ia menegaskan bahwa pemisahan ruangan tidak menyelesaikan persoalan. “Ujian tidak hanya butuh tempat yang tenang, tapi juga suasana yang mendukung. Tidak bisa disangkal bahwa suara dan lalu lalang kegiatan di sekolah tetap berdampak pada konsentrasi peserta ujian,” tambahnya.
Dalih Koordinasi Dinas Pendidikan
Kasi Pembinaan Karakter dan Peserta Didik Dinas Pendidikan Ciamis, Rubi Julianto, berdalih bahwa jadwal dan lokasi telah dikoordinasikan dengan kepala sekolah. “Kegiatan ini hanya melibatkan siswa kelas 7 dan 8. Siswa kelas 9 tetap bisa ujian karena ruangan dipisah,” katanya.
Menurut Rubi, tanggal 8 Mei dipilih karena dianggap tidak bersinggungan langsung dengan puncak ujian. Ia juga menyebut SMPN 6 dipilih karena memiliki jumlah siswa kelas 9 yang sedikit dan kapasitas ruang memadai.
Namun penjelasan tersebut tidak mampu meredam kritik publik. Banyak pihak menilai Dinas Pendidikan abai terhadap urgensi proses akademik yang seharusnya mendapat prioritas mutlak.
Kepsek SMPN 6: Kami Tidak Bisa Menolak
Kepala SMPN 6 Ciamis, N. Eroh Rohmawati, mengakui bahwa pelaksanaan lomba dan ujian berlangsung di hari yang sama. “Kami tidak bisa menolak karena ini program dari dinas. Tapi kami pastikan ruangan cukup dan ujian tetap berjalan,” katanya.
Meski Eroh menyebut tidak ada gangguan berarti, fakta bahwa kegiatan seremonial tetap digelar saat ujian berlangsung memunculkan pertanyaan soal sensitivitas kebijakan pendidikan di daerah.
Evaluasi Mendesak
Pengamat menilai kasus ini harus menjadi pelajaran bagi Dinas Pendidikan agar lebih cermat dalam menyusun agenda. Jadwal ujian akhir seharusnya menjadi waktu sakral yang tidak boleh disisipi kegiatan lain, apalagi yang bersifat kompetisi eksternal.
Penting bagi otoritas pendidikan untuk menunjukkan bahwa mereka berpihak kepada siswa, bukan pada citra kelembagaan. Ketika ujian harus berbagi panggung dengan kegiatan lomba, maka siswa tak ubahnya sekadar angka dalam narasi besar seremonial pendidikan.***
Jurnalis: FAI