Sijem GPM Tiakur Ke-XI: Wutwensa, Transparansi Keuangan Jadi Prioritas

 

TIAKUR, peloporwiratama.co.id – Ketua Klasis GPM Pulau-Pulau Letti Moa Lakor, Pendeta Daniel Z. Wutwensa, menegaskan pentingnya transparansi keuangan dalam pengelolaan Jemaat GPM Tiakur. Pernyataan tersebut disampaikan saat memberikan sambutan pada penutupan Sidang Jemaat Ke-XI GPM Tiakur yang berlangsung selama tiga hari dan menghasilkan sejumlah keputusan strategis untuk pengembangan pelayanan di tahun 2025.

“Transparansi adalah harga mati, tidak bisa ditawar,” tegas Pendeta Wutwensa. Ia mengingatkan bahwa semua pihak, baik Majelis Jemaat, panitia, tim badan, maupun pengurus wadah, wajib menerapkan transparansi dalam pengelolaan keuangan.

Sidang yang disebut sebagai “rekor sidang terlama” di Klasis GPM Pulau-Pulau Lemola tahun 2025 ini menemukan adanya penurunan kepercayaan umat terhadap pengelola keuangan. Hal ini terlihat dari pendapatan keuangan yang mengalami penurunan dari semula mencapai 3 miliar lebih menjadi 2,3 miliar.

“Ada selisih yang cukup jauh. Jadi, saya minta peserta sidang untuk mengambil langkah penting guna meningkatkan rasa percaya umat terhadap pengelola keuangan,” ujar Pendeta Wutwensa.

Ketua Klasis juga menekankan pentingnya menghindari manajemen hutang dalam pembiayaan pelayanan atau pembangunan. “Dalam mengelola Jemaat harus diusahakan sedapat mungkin untuk tidak menggunakan manajemen hutang karena pasti menimbulkan masalah,” tambahnya seraya mengutip Roma 13:8, “Janganlah kamu berhutang apapun kepada siapapun juga.”

Sidang tersebut juga membahas rencana pemekaran Jemaat dan pelembagaan Jemaat, khususnya terkait kampung Babar. Pendeta Wutwensa menjelaskan perbedaan antara pelembagaan Jemaat Tiakur dengan rencana pemekaran Jemaat untuk kampung Babar.

“Jemaat Tiakur adalah akhir dari proses, berbeda dengan bakal Jemaat kampung Babar. Pemekaran Jemaat harus melewati tahapan proses yang direkomendasikan oleh sidang Klasis,” jelasnya.

Ia mengingatkan bahwa pelaksanaan pemekaran Jemaat tidak dibebankan sepenuhnya kepada calon Jemaat yang akan dimekarkan. “Jemaat induk punya tanggung jawab moral untuk pelembagaan ini. Semua harus berusaha bersama-sama,” kata Pendeta Wutwensa.

Ketua Klasis juga mengharapkan para pelayan khusus di Jemaat, seperti Pendeta, Penatua, dan Diaken yang tergabung dalam Majelis Jemaat, untuk bekerja sama dengan baik sebagai eksekutif yang mendapat mandat dari sidang Jemaat.

“Pelayan jangan tambah masalah, tetapi pelayan harus menyelesaikan masalah,” tegasnya sambil menambahkan bahwa Jemaat GPM Tiakur memiliki beban paling besar di antara semua Jemaat GPM dalam hal pembangunan fisik.

Sidang Jemaat tahun ini menghabiskan biaya sekitar 40 juta rupiah, turun signifikan dari tahun sebelumnya yang mencapai 100 juta lebih. Pendeta Wutwensa berharap tahun depan bisa lebih efisien lagi dengan target biaya hanya 15 juta rupiah untuk sidang satu hari dengan konsep paperless dan standar konsumsi yang sesuai ketentuan MPH Sinode.

“Supaya kita bisa lebih fokus pada pelayanan Diakonal,” pungkasnya. (PW. 19)

Related posts