Senja di Bosporus: Menyatu Bersama Keluarga Besar LAFKI

 

Oleh. PP LAFKI

Hari ini, Istanbul menyuguhkan pemandangan yang luar biasa indah bagi kami, keluarga besar LAFKI. Pukul 16.30, kami berkumpul di dermaga untuk memulai perjalanan sore melayari Selat Bosporus. Kapal perlahan melaju meninggalkan dermaga, membawa kami menyusuri perairan tenang yang memisahkan Eropa dan Asia. Suasana terasa penuh kehangatan, bukan hanya karena cuaca yang bersahabat, tetapi juga karena canda dan tawa yang sudah mulai mengalir sejak kapal bergerak.

Saat kapal melaju, angin sore yang sepoi-sepoi berhembus lembut di wajah, membawa serta aroma laut yang segar. Pemandangan kota Istanbul di kedua sisi sungguh memukau. Di sebelah kanan kami, menara-menara masjid dan kubah-kubah megah mendominasi cakrawala. Sementara di sebelah kiri, bangunan-bangunan modern menjulang, menegaskan perpaduan tradisi dan kemajuan yang sempurna di kota ini. Jembatan Bosporus yang membentang di atas air menjadi simbol penghubung antara dua benua, seperti bagaimana perjalanan ini menghubungkan kami, keluarga besar LAFKI, dengan kebersamaan yang semakin erat.

Waktu berlalu dengan cepat, diisi dengan obrolan ringan dan cerita-cerita seru tentang pengalaman selama konferensi. Suasana semakin meriah saat beberapa dari kami memutuskan untuk berfoto bersama dengan latar belakang pemandangan kota yang menakjubkan. Langit mulai berwarna jingga kemerahan, menandakan bahwa senja akan segera tiba.

Pukul 18.30, suasana di kapal berubah semakin khidmat. Matahari yang tadinya tinggi kini mulai turun perlahan ke ufuk barat. Cahayanya yang oranye lembut terpantul di atas air, menciptakan efek magis yang sulit digambarkan dengan kata-kata. Dan di sinilah, di tengah perairan Bosporus, kami semua terdiam sejenak, terpesona oleh pemandangan matahari yang tenggelam perlahan. Rasanya, waktu berhenti sesaat.

“Indah, ya?” ucap salah satu dari kami dengan nada pelan. Memang, ini lebih dari sekadar pemandangan biasa. Matahari yang tenggelam di balik cakrawala, diiringi dengan siluet kota Istanbul, terasa begitu simbolis. Seperti matahari yang mengakhiri hari, perjalanan kami hari ini juga mencapai puncaknya.

Tepat pukul 19.00, saat matahari benar-benar tenggelam, kapal perlahan kembali ke dermaga. Namun, cerita hari ini belum selesai. Setelah turun dari kapal, kami semua merasa lapar dan siap untuk melanjutkan petualangan dengan menikmati makan malam yang sudah disiapkan di rumah makan “Mama Dedeh,” salah satu tempat makan yang terkenal di kalangan wisatawan Indonesia di Istanbul.

Tiba di Mama Dedeh pada pukul 19.30, kami langsung disambut dengan suasana hangat dan ramah khas rumah makan ini. Hidangan yang disajikan tak kalah memanjakan lidah, dengan menu khas Indonesia yang membuat kami merasa seolah kembali ke tanah air. Ada nasi goreng, rendang, sate, dan tentu saja sambal yang menggugah selera. Canda dan tawa terus mengalir di antara suapan demi suapan, seakan tak ingin hari ini berakhir.

Malam itu, kami menutup perjalanan dengan perut kenyang dan hati bahagia. Senja di Bosporus telah memberikan kami momen tak terlupakan, dan makan malam di Mama Dedeh menjadi penutup sempurna untuk hari yang begitu istimewa. Sungguh, ini adalah perjalanan yang akan selalu kami kenang—bukan hanya karena tempat-tempat yang kami kunjungi, tetapi juga karena kebersamaan yang terasa semakin kuat di antara keluarga besar LAFKI. Salam LAFKI

Related posts