Dari Puncak Burj Khalifa: Refleksi Dubai dan Tantangan Indonesia

 

Oleh: dr. Friedrich Max Rumintjap, Sp.OG (K), MARS, FISQua, FRSPH, FIHFAA (Ketua NasDem Kab Bogor)

Ketika saya berdiri di lantai 124 Burj Khalifa, menatap luasnya kota Dubai yang menjulang dari gurun yang tandus menjadi kota metropolis modern, saya tidak bisa tidak terkesima oleh kecepatan dan skala pembangunan kota ini. Mengapa Dubai bisa berkembang begitu pesat? Bagaimana kota yang dulunya hanya dikenal karena minyak, sekarang menjadi pusat bisnis, pariwisata, dan teknologi dunia? Pertanyaan-pertanyaan ini menghantui saya, bahkan di tengah udara sejuk dari pendingin ruangan super cepat di Burj Khalifa.

Dubai, yang berkembang jauh lebih cepat dibandingkan banyak negara termasuk Indonesia, memberikan pelajaran penting tentang visi kepemimpinan, kebijakan ekonomi, dan kondisi geografis-politik yang menguntungkan. Bersama Raykha Tour, kami diajak menjelajahi kota ini, yang penuh dengan gedung-gedung pencakar langit, pusat perbelanjaan besar, dan infrastruktur yang canggih, seolah-olah kota ini sedang berlomba dengan waktu.

Kebijakan yang Proaktif: Membangun Tanpa Menunggu

Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum mungkin tidak pernah bertemu dengan saya—tapi saya yakin beliau akan sangat setuju bahwa keberhasilan Dubai tidak terlepas dari kebijakan yang proaktif dan terukur. Dubai tidak pernah menunggu sumber daya minyaknya habis baru mulai berpikir untuk diversifikasi ekonomi. Sejak awal, visi pemimpinnya adalah mengembangkan sektor pariwisata, bisnis, dan teknologi, bahkan ketika sumber daya alam masih melimpah.

Kita bisa belajar dari sini. Kepemimpinan yang tanggap dan memiliki visi jauh ke depan adalah kunci. Dubai membangun Burj Khalifa, Bandara Internasional Dubai, dan Dubai Metro, semuanya dalam jangka waktu yang relatif singkat, menjadikan infrastruktur sebagai landasan untuk pertumbuhan ekonominya. Mereka tidak hanya membangun fisik kota, tetapi juga fondasi untuk masa depan.

Indonesia, sayangnya, seringkali tersandung oleh birokrasi dan regulasi yang lambat. Izin yang bertele-tele dan tumpang tindih, serta kebijakan yang sering kali berubah-ubah membuat laju pembangunan kita tidak secepat yang diharapkan. Kalau saja kita bisa belajar dari Dubai: bergerak cepat, tegas, dan tidak setengah-setengah.

Diversifikasi Ekonomi: Minyak Bukan Segalanya

Dubai adalah salah satu contoh paling cemerlang tentang bagaimana diversifikasi ekonomi dapat mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan. Meski awalnya didukung oleh pendapatan minyak, Dubai dengan cepat beralih ke sektor lain seperti pariwisata mewah, perbankan, dan teknologi. Kota ini berhasil menjadi pusat bisnis global, menarik modal dan talenta dari seluruh dunia.

Indonesia juga sudah mulai beralih ke sektor lain seperti pariwisata, teknologi, dan manufaktur. Tapi, mari kita hadapi kenyataan: proses ini masih sangat lambat. Di Bali, sektor pariwisata sudah menjadi tulang punggung, tapi bagaimana dengan daerah-daerah lainnya? Bagaimana kita bisa menjadikan semua sektor di seluruh Nusantara berkembang seperti Bali? Kita butuh visi yang jelas dan tindakan cepat untuk mewujudkannya.

Regulasi yang Ramah Investor: Jangan Takut Berubah

Salah satu kunci sukses Dubai adalah kebijakan ramah investor yang mereka terapkan melalui free zones. Zona ini memberikan keuntungan pajak dan kepemilikan penuh kepada investor asing, sebuah mimpi yang jarang ditemukan di negara-negara lain. Dengan birokrasi yang ringan dan regulasi yang jelas, Dubai menjadi magnet bagi perusahaan multinasional dan bisnis global.

Indonesia, di sisi lain, masih seringkali dicap sebagai negara yang rumit untuk urusan investasi. Investor harus melewati banyak pintu untuk mendapatkan izin dan berhadapan dengan peraturan yang kadang-kadang tumpang tindih. Saya percaya, dengan kebijakan yang lebih ramah dan transparan, kita bisa menarik lebih banyak investor dan mempercepat pembangunan.

Posisi Geografis Strategis: Memanfaatkan yang Ada

Dubai berada di posisi yang sangat strategis, di tengah jalur perdagangan global antara Eropa, Asia, dan Afrika. Hal ini memudahkan mereka menjadi pusat transit dan distribusi dunia. Indonesia, sebenarnya, juga memiliki posisi yang sangat strategis—kita berada di antara dua samudra besar dan jalur pelayaran internasional. Namun, kita belum memaksimalkan potensi ini.

Bayangkan jika Indonesia, dengan kekayaan maritimnya, bisa menjadi pusat perdagangan dunia seperti Dubai. Jika pelabuhan-pelabuhan kita modern dan efisien, kita bisa menjadi pusat distribusi yang bahkan lebih besar daripada Dubai. Tapi, kita harus membangun infrastruktur yang mendukung hal ini dan memastikan pelabuhan kita siap bersaing di kancah global.

Pendekatan Cepat terhadap Pembangunan Infrastruktur: Belajar dari Dubai

Salah satu hal yang paling mengesankan tentang Dubai adalah betapa cepat mereka membangun infrastruktur. Burj Khalifa, gedung tertinggi di dunia, dibangun dalam waktu kurang dari enam tahun. Bandara Internasional Dubai, yang menjadi salah satu bandara tersibuk di dunia, dibangun dengan kecepatan yang mengagumkan.

Di Indonesia, kita sering mendengar rencana pembangunan infrastruktur yang besar—jalan tol, jembatan, pelabuhan, dan bandara. Tapi realisasinya? Sering kali proyek-proyek ini membutuhkan waktu yang sangat lama untuk diselesaikan. Kita bisa belajar dari efisiensi Dubai, mempersingkat waktu pembangunan tanpa mengorbankan kualitas. Tentu, ini bukan hal yang mudah, tetapi dengan perencanaan yang matang dan kepemimpinan yang tegas, hal ini bisa tercapai.

Sebuah Pujian dan Tantangan untuk Pemimpin Baru Indonesia

Berdiri di ketinggian Burj Khalifa, saya berpikir tentang bagaimana Indonesia bisa mengejar Dubai. Negara kita punya potensi yang sangat besar—dengan sumber daya alam yang melimpah, populasi yang besar, dan letak geografis yang strategis. Namun, kita harus bergerak cepat dan tegas. Bukan hanya soal infrastruktur fisik, tapi juga infrastruktur kebijakan.

Saya ingin menyampaikan pujian kepada pemimpin baru Indonesia yang telah berani mengambil langkah-langkah besar untuk memajukan negara ini. Namun, masih ada tantangan besar yang menunggu. Regulasi yang ramah investor, percepatan pembangunan infrastruktur, dan diversifikasi ekonomi adalah beberapa di antaranya.

Dubai adalah contoh nyata bahwa dengan visi yang kuat dan tindakan yang cepat, sebuah kota bisa berubah menjadi pusat global dalam waktu yang relatif singkat. Indonesia juga bisa mencapai hal itu. Dengan kepemimpinan yang tangguh, kita bisa membawa negara ini ke puncak dunia—mungkin bukan lantai 124 Burj Khalifa, tapi puncak yang setara di masa depan.

Penutup

Jadi, ketika kita kembali dari Dubai, mari kita bawa semangat dan inspirasi ini ke Indonesia. Ini bukan sekadar tentang membangun gedung-gedung pencakar langit, tetapi tentang membangun bangsa yang kuat, modern, dan siap bersaing di kancah global. Pemimpin baru kita punya kesempatan besar untuk mewujudkan mimpi ini, dan saya percaya, dengan langkah yang tepat, Indonesia bisa melaju cepat seperti Dubai.

Related posts