Oleh: DR. H. Ahyar Wahyudi, S.Kep. Ns., M.Kep., CISHR, FISQua, FRSPH, FIHFAA (LAFKI)
Setiap tanggal 21 September, dunia sejenak berhenti. Bukan karena pesta atau perayaan meriah, tetapi untuk mengenang dan meresapi sebuah penyakit yang diam-diam menyusup dalam kehidupan banyak orang: Alzheimer. Dalam keheningan hari itu, kita diingatkan bahwa Alzheimer bukan sekadar lupa biasa. Ini adalah cerita tentang bagaimana ingatan seseorang, yang dulu begitu kuat, perlahan memudar, meninggalkan ruang kosong yang tak terisi lagi.
Alzheimer dan Kerinduan Akan Ingatan
Alzheimer, pertama kali dikenal pada awal abad ke-20oleh seorang dokter Jerman, Alois Alzheimer, adalah jenis demensia yang paling umum, memengaruhi jutaan orang di seluruh dunia (StatPearls, 2024). Jika kita bicara tentang Alzheimer, kita tidak hanya bicara tentang orang tua yang lupa meletakkan kunci rumah atau lupa nama tetangga. Ini lebih dalam dari itu. Alzheimer adalah proses yang lambat namun pasti, di mana memori seseorang perlahan-lahan hilang, seperti pasir yang lepas dari genggaman tangan.
Dan di situlah letak ironi terbesar dari penyakit ini: Alzheimer adalah tentang kehilangan kenangan, tapi bukan hanya penderita yang merasakan pedihnya. Keluarga, sahabat, orang-orang terdekat, mereka juga terperangkap dalam penderitaan ini. Kita semua punya nenek atau kakek yang kita cintai, dan melihat mereka perlahan-lahan kehilangan diri mereka sendiri adalah luka yang tak kasat mata, tapi sangat dalam.
Memahami Penyebab Lupa yang Tak Biasa
Alzheimer bukanlah penyakit yang sederhana. Di balik gejala yang tampak biasa—lupa, bingung, hilangnya kemampuan berpikir—tersembunyi sebuah proses neurodegeneratif yang kompleks. Para ilmuwan menyebutnya sebagai hipotesis amiloid, di mana protein amiloid-β menumpuk di otak, membentuk plak yang merusak neuron-neuron yang bertanggung jawab atas fungsi memori kita (Paroni et al., 2019). Dan begitu proses ini dimulai, seperti rantai yang terputus, tidak ada jalan untuk kembali.
Namun, di tengah kepastian akan hilangnya ingatan itu, kita sebagai manusia selalu mencari harapan. Terapi baru seperti pengurangan beban amiloid mulai memberikan secercah cahaya di tengah kegelapan Alzheimer. Meskipun obat penyembuh belum ditemukan, setidaknya ada usaha untuk memperlambat jalannya penyakit ini. Harapan memang belum pasti, tapi itu cukup untuk menyalakan semangat dalam hati keluarga yang merawat orang terkasihnya.
Alzheimer: Bayangan yang Menghantui Masyarakat
Alzheimer adalah mimpi buruk yang menghantui banyak keluarga. Bukan hanya di Amerika Serikat, di mana sekitar 200.000 orang di bawah usia 65 tahun juga berjuang melawan penyakit ini (Alzheimer’s Disease International, 2023), tetapi di seluruh dunia. Angka-angka terus meningkat, dan diperkirakan pada tahun 2050, sebanyak 150 juta orang akan hidup dengan demensia, dengan Alzheimer sebagai penyebab utama (Li et al., 2022). Seiring bertambahnya usia, kita semua menghadapi kemungkinan bahwa suatu hari nanti kita atau orang yang kita sayangi mungkin akan menghadapi penyakit ini.
Namun, Alzheimer bukan hanya tentang penderitaan individu. Biaya ekonomi dari penyakit ini sangat besar. Di banyak negara, perawatan Alzheimer menjadi salah satu penyebab utama melonjaknya biaya kesehatan lansia. Keluarga sering kali harus merogoh kocek lebih dalam untuk merawat orang yang mereka cintai, selain beban emosional yang terus menggelayuti pikiran mereka.
Peran Kita: Merangkul dan Peduli
Peringatan Hari Alzheimer Sedunia setiap tanggal 21 September menjadi panggilan untuk kita semua—untuk berhenti sejenak dan merenungkan peran kita. Apa yang bisa kita lakukan? Mungkin bukan menemukan obat untuk Alzheimer, tapi kita bisa mulai dengan meningkatkan kesadaran. Banyak dari kita yang masih salah paham tentang penyakit ini. Alzheimer bukan sekadar bagian alami dari proses penuaan, ini adalah penyakit yang nyata, yang memerlukan perhatian serius.
Dan bagi mereka yang merawat penderita Alzheimer, kita bisa menjadi penopang. Dukungan dari keluarga, teman, dan masyarakat sangatlah penting. Setiap senyuman, setiap sentuhan, setiap kata yang penuh kasih bisa menjadi obat bagi jiwa yang terluka. Alzheimer mungkin mencuri kenangan, tetapi kasih sayang bisa tetap hidup, meski dalam keheningan ingatan yang memudar.
Menyongsong Masa Depan: Cahaya di Ujung Lorong
Meskipun hingga kini belum ada obat yang benar-benar bisa menyembuhkan Alzheimer, penelitian dan terapi baru terus berkembang. Terapi-terapi yang berfokus pada pengurangan amiloid memberikan harapan baru. Selain itu, gaya hidup sehat, olahraga teratur, dan diet seimbang juga mulai diakui sebagai cara untuk mengurangi risiko terkena Alzheimer (Hampel et al., 2018). Pendekatan holistik yang melibatkan perawatan psikologis dan sosial, yang dikenal dengan person-centered care, juga semakin penting dalam memberikan kualitas hidup yang lebih baik bagi para penderita (Leblhuber et al., 2018).
Masa depan mungkin belum pasti, tapi dengan setiap langkah kecil dalam penelitian dan dukungan sosial, kita bergerak mendekati masa di mana Alzheimer bukan lagi ancaman yang begitu menakutkan. Hari Alzheimer Sedunia adalah pengingat bahwa kita semua bisa berperan, sekecil apa pun, dalam membawa harapan bagi mereka yang terkena dampaknya.
Akhirnya, Kita Semua Pengingat
Pada akhirnya, Alzheimer mengajarkan kita banyak hal—tentang pentingnya kenangan, tentang nilai cinta yang tak lekang oleh waktu, dan tentang betapa berharganya setiap momen yang kita miliki bersama orang-orang terkasih. Di balik setiap ingatan yang hilang, ada cerita-cerita yang tetap abadi di hati orang-orang yang mencintai.
Hari Alzheimer Sedunia bukan hanya peringatan akan penyakit ini, tetapi juga panggilan untuk mengingat—menghargai setiap ingatan yang kita miliki sekarang, sebelum waktu menghapusnya. Sebab di tengah kerapuhan ingatan, hanya cinta yang akan selalu bertahan. Salam LAFKI. 🫢
Referensi
◦ Alzheimer’s Disease International. (2023). World Alzheimer Report. Alzheimer’s Disease International.
◦ Hampel, H., Mesulam, M. M., Cuello, A. C., et al. (2018). The cholinergic system in the pathophysiology and treatment of Alzheimer’s disease. Brain, 141(7), 1917-1933.
◦ Kumar, A., Sidhu, J., Lui, F., & Tsao, J. W. (2024). Alzheimer Disease. StatPearls [Internet].
◦ Li, X., Feng, X., Sun, X., et al. (2022). Global, regional, and national burden of Alzheimer’s disease and other dementias. Frontiers in Aging Neuroscience, 14.
◦ Paroni, G., Bisceglia, P., & Seripa, D. (2019). Understanding the Amyloid Hypothesis in Alzheimer’s Disease. Journal of Alzheimer’s Disease, 68(2), 493-510.