Makna Senyum: Analisis Ekspresi Wajah dalam Lintasan Waktu dan Budaya

 

Oleh. Dewi Yuliana, S.Kep.Ns., FISQua, FIHFAA

Pendahuluan

Senyum adalah salah satu tindakan paling mendasar yang dilakukan manusia. Bayi yang baru lahir dapat tersenyum secara spontan, sebuah refleks alami yang sering kali disalahartikan oleh orang tua baru sebagai reaksi terhadap kehadiran mereka. Namun, baru pada usia enam hingga delapan minggu bayi mulai tersenyum dengan makna sosial. Orang tua yang mengartikan senyum refleks pertama ini sebagai respons optimis terhadap kehadiran mereka mencerminkan kompleksitas dari sebuah senyum: ada tindakan fisik dan interpretasi yang diberikan masyarakat – senyum dan apa yang dimaksudkan olehnya.

Ekspresi Fisik Senyum

Secara anatomis, senyum adalah hal yang nyata. Ada 17 pasang otot yang mengatur ekspresi di wajah manusia, ditambah orbicularis oris, cincin otot yang mengelilingi mulut. Ketika otak memutuskan untuk tersenyum, sebuah pesan dikirimkan melalui saraf kranial keenam dan ketujuh. Saraf ini bercabang di setiap sisi wajah dari alis hingga dagu, menghubungkan otot-otot yang mengontrol bibir, hidung, mata, dan dahi.

Makna Budaya dari Senyum

Dalam kanvas sejarah manusia, senyum telah lama menjadi simbol yang beresonansi. Dari patung kouros Yunani yang tersenyum 2.500 tahun lalu hingga emoji yang kita gunakan dalam pesan modern, senyum adalah bahasa universal. Emoji dengan wajah tersenyum adalah yang paling banyak digunakan dalam komunikasi daring. Bahkan, emoji wajah dengan air mata kebahagiaan dipilih sebagai Kata Tahun Ini oleh Oxford Dictionaries pada tahun 2015. Sama seperti emoji ini yang mengekspresikan lebih dari sekadar kebahagiaan – air mata menambahkan sentuhan ironis – senyum itu sendiri menyampaikan banyak makna.

Studi Tentang Senyum

Sebuah studi tahun 2016 yang diterbitkan dalam Journal of Nonverbal Behavior mengeksplorasi ribuan orang di 44 budaya tentang serangkaian foto delapan wajah – empat tersenyum dan empat tidak. Sebagian besar orang menilai wajah yang tersenyum lebih jujur daripada yang tidak tersenyum. Perbedaan ini sangat mencolok di negara seperti Swiss, Australia, dan Filipina, namun kecil di negara seperti Pakistan, Rusia, dan Prancis. Di beberapa negara seperti Iran, India, dan Zimbabwe, senyum sama sekali tidak memberikan keuntungan dalam hal kepercayaan. Para peneliti menyimpulkan bahwa di negara dengan tingkat korupsi yang lebih tinggi, senyum kurang mempengaruhi kepercayaan orang .

Senyum dalam Agama dan Sejarah

Dalam berbagai tradisi agama, senyum memiliki tempat yang signifikan. Dalam Perjanjian Lama, hanya ada satu senyum – yaitu senyum Job dalam kitab penderitaan. Namun, di banyak bagian, wajah dikatakan “bersinar,” yang bisa berarti tersenyum atau menunjukkan cahaya surgawi. Dalam tradisi agama Timur, senyum sering digunakan untuk menandakan pencerahan. Buddha dan berbagai tokoh religius digambarkan dengan senyuman yang tenang, meskipun teks-teks Buddhis asli hampir tidak menyebutkan senyum. Yesus dalam Alkitab menangis tetapi tidak pernah tersenyum.

Dalam Islam, senyum memiliki makna yang dalam dan dianggap sebagai tindakan amal yang sederhana namun berarti. Nabi Muhammad SAW dikenal sering tersenyum kepada para sahabat dan umatnya. Beliau bersabda, “Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah” (HR. Tirmidzi). Ini menunjukkan bahwa senyum memiliki kekuatan untuk menyebarkan kebahagiaan dan kebaikan, serta memperkuat ikatan sosial di antara umat Islam.

Kondisi Medis yang Mempengaruhi Senyum

Ada berbagai kondisi medis yang bisa menghalangi seseorang untuk tersenyum. Salah satu yang umum adalah kelumpuhan wajah akibat stroke. Lebih jarang adalah sindrom Moebius, kelumpuhan wajah bawaan yang disebabkan oleh saraf kranial yang hilang atau terhambat, di mana seseorang tidak bisa tersenyum, cemberut, atau menggerakkan mata dari sisi ke sisi. Tanpa kemampuan untuk tersenyum, orang lain bisa salah mengartikan seseorang. Roland Bienvenu, seorang pria berusia 67 tahun dengan sindrom Moebius, mengatakan bahwa tanpa senyum, orang lain sering kali salah menilai dirinya.

Dampak Kehilangan Senyum pada Kehidupan Sosial

Kehilangan senyum pada usia berapa pun adalah pukulan yang serius, tetapi dampaknya bisa sangat besar pada anak muda yang sedang membentuk hubungan sosial mereka. Tami Konieczny, pengawas terapi okupasi di Rumah Sakit Anak Philadelphia, menyatakan bahwa kemampuan seseorang untuk tersenyum atau tidak, atau senyum yang tidak simetris, sangat mempengaruhi penerimaan sosial mereka. Anak-anak yang kehilangan kemampuan untuk tersenyum mungkin merasa perlu mengedit foto mereka sebelum memposting di media sosial untuk mendapatkan penerimaan sosial yang lebih baik.

Pentingnya Senyum dalam Psikologi dan Kesehatan

Harold Gillies, bapak operasi plastik modern, mencatat pada tahun 1934 bahwa mengembalikan kemampuan tersenyum membuat wajah pasien merasa jauh lebih nyaman. Selain itu, Gillies mengamati bahwa efek psikologis dari mengembalikan senyum sangat berharga. Charles Darwin dalam studinya yang terkenal pada tahun 1872 “The Expression of the Emotions in Man and Animals” juga membahas makna dan nilai senyum, mencatat bahwa senyum adalah tahap awal perkembangan tawa.

Penelitian Ilmiah tentang Senyum

Ilmuwan telah menunjukkan bahwa senyum jauh lebih mudah dikenali daripada ekspresi lainnya. Namun, alasan di balik fenomena ini masih menjadi misteri. Aleix Martinez, seorang profesor teknik elektro dan komputer di Ohio State University, menyatakan bahwa meskipun kita sangat baik dalam mengenali senyum, tidak ada yang benar-benar tahu mengapa demikian. Bahkan mesin pun menunjukkan hasil yang sama dengan manusia dalam mengenali senyum.

Hipotesis Evolusi Senyum

Beberapa ilmuwan seperti Martinez berhipotesis bahwa senyum dan ekspresi wajah lainnya adalah peninggalan dari masa prasejarah manusia sebelum adanya bahasa verbal. Sebelum kita bisa berkomunikasi secara verbal, kita harus berkomunikasi melalui ekspresi wajah. Kemungkinan besar, bahasa berkembang melalui ekspresi wajah yang kemudian berevolusi menjadi apa yang kita sebut bahasa saat ini.

Senyum adalah sesuatu yang tampak sederhana namun mengandung kerumitan yang mendalam. Dalam interaksi sehari-hari, senyum dapat menjadi jendela yang membuka tabir emosi dan niat seseorang. Jadi, apakah Anda tersenyum saat membaca artikel ini? 😊

Related posts