Oleh. Dr. H. Ahyar Wahyudi, S.Kep.Ns., M.Kep., CISHR, FISQua, FRSPH, FIHFAA (Reviewer Jurnal PRAJA Observer: Jurnal Penelitian Administrasi Publik)
Di balik setiap produk yang bermakna, terdapat cerita tentang perjuangan, dedikasi, dan cinta. Hotto Purto, superfood multigrain dengan ubi ungu pertama di Indonesia, bukan hanya sekadar makanan, tetapi manifestasi dari visi, semangat, dan tekad Guntur dan Paopao dari Lastday Production. Dalam perjalanan panjang mereka, ada banyak pelajaran tentang hidup yang berharga untuk kita renungkan.
Babak Awal: Dari Komedi ke Nutrisi
Guntur dan Paopao dikenal sebagai pionir youtuber Indonesia dengan kanal Lastday Production (LDP) yang penuh dengan konten komedi, cerita perjalanan, dan film pendek yang menghibur dan inspiratif. Namun, mereka tidak berhenti di sana. Mereka merasakan panggilan untuk memberikan kontribusi yang lebih nyata dan praktis bagi masyarakat. Gagasan untuk menciptakan Hotto Purto lahir dari keprihatinan terhadap pentingnya nutrisi seimbang dalam kehidupan modern yang serba cepat.
Mereka memahami bahwa generasi milenial dan gen Z menghadapi tantangan besar dalam menjaga pola makan yang sehat di tengah kesibukan sehari-hari. Seringkali, mereka memilih makanan cepat saji yang praktis namun minim nutrisi. Guntur dan Paopao melihat ini sebagai peluang untuk mengisi celah tersebut dengan menyediakan produk yang tidak hanya praktis tetapi juga kaya akan nutrisi. Menurut teori motivasi dari Herzberg (1968), mereka termotivasi oleh keinginan untuk memberikan solusi atas masalah yang dihadapi banyak orang.
Menyulam Mimpi: Tantangan dan Pengorbanan
Setiap langkah dalam membangun Hotto Purto penuh dengan tantangan. Guntur harus menjual mobil dan jam tangan untuk menutupi kerugian awal bisnis. Mereka bekerja tanpa lelah, termasuk di akhir pekan dan hari libur, untuk memastikan produk mereka bisa diterima dengan baik oleh pasar. Ini adalah bentuk pengorbanan yang tidak bisa diukur dengan materi, tetapi dengan nilai dan prinsip yang mereka pegang teguh.
Teori motivasi dan kebutuhan manusia, seperti yang diungkapkan oleh Abraham Maslow, menyebutkan bahwa kebutuhan fisiologis dan keamanan adalah dasar dari piramida kebutuhan manusia (Maslow, 1943). Guntur dan Paopao memahami bahwa menyediakan nutrisi yang baik adalah langkah penting dalam membantu masyarakat memenuhi kebutuhan dasar mereka. Melalui Hotto Purto, mereka berusaha menjawab kebutuhan tersebut dengan cara yang inovatif dan penuh makna.
Pengorbanan mereka juga mencerminkan konsep ketahanan yang dijelaskan oleh Luthans (2002). Ketahanan adalah kemampuan untuk bangkit kembali dari kegagalan dan terus maju meskipun menghadapi kesulitan. Guntur dan Paopao menunjukkan ketahanan yang luar biasa dalam menghadapi tantangan bisnis, tetap fokus pada tujuan mereka, dan tidak mudah menyerah.
Keberhasilan yang Bermakna: Edukasi dan Komitmen
Keberhasilan Hotto Purto tidak hanya diukur dari penjualan, tetapi juga dari dampaknya terhadap masyarakat. Guntur dan Paopao berkomitmen untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pola hidup sehat. Mereka menyadari bahwa perubahan besar dalam pola makan dan gaya hidup hanya bisa terjadi jika masyarakat memiliki pengetahuan dan kesadaran yang cukup.
Teori perubahan perilaku yang dikembangkan oleh Prochaska dan DiClemente (1983) menyebutkan bahwa edukasi adalah tahap penting dalam proses perubahan perilaku. Melalui berbagai konten edukatif, baik di media sosial maupun dalam setiap kemasan Hotto Purto, Guntur dan Paopao berusaha untuk mengubah pola pikir dan kebiasaan masyarakat ke arah yang lebih sehat. Mereka menggunakan platform digital dan media sosial secara efektif untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan, mengingat jangkauan luas dan pengaruh besar dari platform tersebut.
Komitmen mereka terhadap edukasi kesehatan juga sejalan dengan konsep literasi kesehatan. Menurut Nutbeam (2000), literasi kesehatan adalah kemampuan individu untuk memperoleh, memproses, dan memahami informasi kesehatan dasar yang dibutuhkan untuk membuat keputusan kesehatan yang tepat. Dengan memberikan informasi yang jelas dan mudah dipahami, Guntur dan Paopao membantu meningkatkan literasi kesehatan masyarakat, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.
Komposisi yang Berarti: Kualitas dan Keunggulan
Hotto Purto dikembangkan dengan bahan-bahan premium, termasuk 15 jenis multigrain dan ubi ungu yang diimpor langsung dari Swedia. Setiap sachet Hotto Purto mengandung 7 gram serat, 5 gram protein, 12 vitamin, dan 9 mineral seperti kalsium, magnesium, fosfor, dan zinc. Ini adalah bentuk komitmen mereka terhadap kualitas dan keunggulan.
Teori kualitas total dari Feigenbaum (1956) menyatakan bahwa kualitas adalah hasil dari upaya yang terus-menerus untuk memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Guntur dan Paopao menerapkan prinsip ini dalam setiap aspek pengembangan Hotto Purto, memastikan bahwa setiap produk yang mereka hasilkan memberikan manfaat maksimal bagi konsumennya. Mereka memahami bahwa kualitas tidak hanya tentang kandungan nutrisi, tetapi juga tentang rasa dan kenyamanan konsumsi.
Dalam pengembangan produk, mereka juga mengadopsi pendekatan lean startup yang dikemukakan oleh Eric Ries (2011). Pendekatan ini menekankan pada pembuatan prototipe awal yang cepat, mengumpulkan umpan balik dari pelanggan, dan terus menerus memperbaiki produk berdasarkan umpan balik tersebut. Dengan cara ini, mereka dapat memastikan bahwa Hotto Purto selalu relevan dengan kebutuhan dan preferensi pasar.
Kandungan Hotto Purto yang kaya akan serat dan protein sangat penting dalam diet modern. Serat dikenal sebagai komponen yang penting dalam menjaga kesehatan pencernaan, mengurangi risiko penyakit jantung, dan membantu dalam pengendalian berat badan (Slavin, 2008). Protein, di sisi lain, adalah blok bangunan utama bagi tubuh, penting untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan, serta berfungsi sebagai sumber energi (Wolfe, 2006).
Inspirasi dan Cinta: Mengubah Hidup dengan Nutrisi
Perjalanan Guntur dan Paopao dengan Hotto Purto adalah bukti bahwa dengan komitmen, kerja keras, dan cinta, kita bisa menciptakan perubahan positif dalam masyarakat. Mereka berharap bahwa Hotto Purto tidak hanya menjadi produk yang bermanfaat secara nutrisi, tetapi juga menginspirasi masyarakat untuk mengadopsi pola hidup sehat yang lebih baik.
Teori motivasi diri dari Deci dan Ryan (1985) menekankan bahwa motivasi intrinsik yang dimiliki oleh Guntur dan Paopao menjadi pendorong utama dalam pencapaian mereka. Mereka tidak hanya mencari keuntungan finansial, tetapi juga ingin memberikan dampak positif yang nyata bagi masyarakat. Ini adalah bentuk motivasi yang paling kuat dan bertahan lama, karena didorong oleh nilai dan prinsip yang mendalam.
Motivasi intrinsik ini juga mencerminkan teori self-determination yang menekankan pentingnya kebutuhan akan otonomi, kompetensi, dan keterkaitan dalam memotivasi individu untuk mencapai tujuan mereka (Deci & Ryan, 2000). Guntur dan Paopao menunjukkan bahwa dengan memenuhi kebutuhan ini, mereka dapat tetap termotivasi dan berkomitmen terhadap tujuan mereka meskipun menghadapi berbagai tantangan.
Pengembangan Bisnis dan Dampak Sosial
Seiring berjalannya waktu, Hotto Purto terus berkembang dan menjadi pilihan makanan yang populer di kalangan masyarakat Indonesia yang peduli akan kesehatan dan nutrisi. Mulai dari anak-anak, dewasa, ibu hamil, ibu menyusui, karyawan hingga lansia, banyak yang telah merasakan manfaat dari mengkonsumsi Hotto Purto sebagai bagian dari gaya hidup sehat mereka.
Keberhasilan ini juga membawa dampak sosial yang positif. Guntur dan Paopao selalu berusaha untuk memberdayakan petani lokal dengan membeli bahan baku dari mereka dan memastikan bahwa mereka mendapatkan harga yang adil. Ini sejalan dengan konsep fair trade yang berfokus pada kemitraan yang adil dan berkelanjutan antara produsen dan konsumen (Raynolds, 2000).
Selain itu, mereka juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan kemanusiaan. Mereka percaya bahwa bisnis bukan hanya tentang menghasilkan keuntungan, tetapi juga tentang memberikan kembali kepada masyarakat. Melalui berbagai program donasi dan kampanye sosial, mereka berusaha untuk membantu mereka yang membutuhkan dan memberikan kontribusi positif kepada masyarakat.
Ekspansi dan Inovasi Berkelanjutan
Dalam menjaga relevansi dan memenuhi kebutuhan pasar yang terus berkembang, Guntur dan Paopao tidak berhenti berinovasi. Mereka terus melakukan penelitian dan pengembangan untuk menciptakan varian produk baru yang tidak hanya enak, tetapi juga kaya nutrisi. Inovasi ini dilakukan dengan melibatkan ahli gizi dan teknologi pangan untuk memastikan bahwa setiap produk yang diluncurkan memiliki kualitas terbaik.
Pendekatan ini sejalan dengan konsep perbaikan berkelanjutan yang dikemukakan oleh W. Edwards Deming (1986). Menurut Deming, perbaikan berkelanjutan adalah kunci untuk mencapai keunggulan dalam bisnis. Guntur dan Paopao menerapkan prinsip ini dengan selalu mencari cara untuk meningkatkan produk mereka dan memberikan nilai lebih kepada pelanggan.
Dalam proses inovasi, mereka juga menerapkan prinsip design thinking yang menekankan pentingnya pemahaman mendalam tentang kebutuhan dan masalah pelanggan, eksplorasi solusi kreatif, dan pengujian prototipe secara iteratif (Brown, 2008). Dengan cara ini, mereka dapat memastikan bahwa setiap inovasi yang mereka hasilkan benar-benar memenuhi kebutuhan pasar dan memberikan solusi yang efektif.
Refleksi dan Pembelajaran
Melalui perjalanan mereka, Guntur dan Paopao telah belajar banyak hal tentang bisnis, kehidupan, dan diri mereka sendiri. Mereka belajar bahwa kesuksesan tidak datang dengan mudah dan memerlukan kerja keras, pengorbanan, dan ketahanan. Mereka juga belajar bahwa dalam menjalankan bisnis, penting untuk selalu memegang teguh nilai dan prinsip yang kita yakini.
Teori pembelajaran reflektif yang dikemukakan oleh Schön (1983) menyatakan bahwa refleksi adalah proses penting dalam pembelajaran yang membantu individu memahami pengalaman mereka dan menerapkan pengetahuan yang diperoleh untuk situasi masa depan. Guntur dan Paopao terus melakukan refleksi terhadap perjalanan mereka, belajar dari setiap kesalahan dan keberhasilan, dan menggunakan pembelajaran ini untuk terus maju.
Mereka juga belajar bahwa keberhasilan yang sejati adalah ketika kita bisa memberikan dampak positif bagi orang lain. Ini adalah bentuk kepuasan dan kebahagiaan yang tidak bisa diukur dengan materi, tetapi dengan perasaan bahwa kita telah melakukan sesuatu yang bermakna dan bermanfaat bagi orang lain.
Perspektif Ilmu Administrasi: Kepemimpinan dan Manajemen Strategis
Perjalanan Guntur dan Paopao dengan Hotto Purto bisa dilihat sebagai studi kasus dalam kepemimpinan dan manajemen strategis. Mereka menunjukkan berbagai aspek dari kepemimpinan transformasional, dimana mereka mampu menginspirasi dan memotivasi tim mereka untuk mencapai tujuan bersama yang lebih tinggi (Bass, 1985).
Kepemimpinan transformasional adalah tentang menciptakan visi yang jelas, memberikan inspirasi, dan mendorong inovasi. Guntur dan Paopao melakukan ini dengan cara yang sangat efektif, mereka tidak hanya fokus pada pencapaian jangka pendek, tetapi juga pada dampak jangka panjang dari tindakan mereka.
Dalam manajemen strategis, mereka menerapkan berbagai konsep seperti analisis SWOT untuk memahami kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam bisnis mereka (Humphrey, 2005). Mereka juga menerapkan balanced scorecard untuk mengukur kinerja mereka dalam berbagai aspek bisnis, dari keuangan hingga kepuasan pelanggan (Kaplan & Norton, 1996).
Penutup: Menganyam Asa dan Harapan
Hotto Purto adalah contoh nyata bahwa dengan visi yang jelas, komitmen yang kuat, dan pengorbanan yang tulus, kita bisa menciptakan sesuatu yang bermanfaat dan bermakna. Guntur dan Paopao telah membuktikan bahwa dengan bekerja keras dan berfokus pada nilai yang kita yakini, kita bisa mencapai keberhasilan yang lebih dari sekadar materi.
Kisah mereka adalah pengingat bagi kita semua bahwa hidup adalah tentang memberikan yang terbaik, bukan hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain. Dalam setiap langkah yang kita ambil, mari kita ingat bahwa keberhasilan yang sejati adalah ketika kita bisa memberikan dampak positif bagi dunia di sekitar kita.
Dengan demikian, mari kita terus menganyam asa dan harapan, bekerja dengan cinta dan dedikasi, dan menciptakan perubahan positif yang akan dikenang selamanya.
Sebagaimana dikatakan oleh Aristoteles, Hidup ini bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi untuk kebaikan yang lebih besar. Mari kita menjadi seperti benang yang saling terkait dalam anyaman kehidupan, menciptakan pola yang indah dengan setiap tindakan kita, dan meninggalkan jejak yang penuh makna bagi generasi mendatang.
Referensi:
1. Bass, B. M. (1985). Leadership and performance beyond expectations. Free Press.
2. Brown, T. (2008). Design thinking. Harvard Business Review, 86(6), 84-92.
3. Deci, E. L., & Ryan, R. M. (1985). Intrinsic motivation and self-determination in human behavior. Springer Science & Business Media.
4. Deci, E. L., & Ryan, R. M. (2000). The “what” and “why” of goal pursuits: Human needs and the self-determination of behavior. Psychological Inquiry, 11(4), 227-268.
5. Deming, W. E. (1986). Out of the crisis. MIT Press.
6. Feigenbaum, A. V. (1956). Total quality control. Harvard Business Review, 34(6), 93-101.
7. Herzberg, F. (1968). One more time: How do you motivate employees? Harvard Business Review, 46(1), 53-62.
8. Humphrey, A. S. (2005). SWOT analysis for management consulting. SRI Alumni Association Newsletter.
9. Kaplan, R. S., & Norton, D. P. (1996). The balanced scorecard: Translating strategy into action. Harvard Business Press.
10. Luthans, F. (2002). Positive organizational behavior: Developing and managing psychological strengths. Academy of Management Executive, 16(1), 57-72.
11. Maslow, A. H. (1943). A theory of human motivation. Psychological Review, 50(4), 370-396.
12. Nutbeam, D. (2000). Health literacy as a public health goal: A challenge for contemporary health education and communication strategies into the 21st century. Health Promotion International, 15(3), 259-267.
13. Prochaska, J. O., & DiClemente, C. C. (1983). Stages and processes of self-change of smoking: Toward an integrative model of change. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 51(3), 390-395.
14. Raynolds, L. T. (2000). Re-embedding global agriculture: The international organic and fair trade movements. Agriculture and Human Values, 17(3), 297-309.
15. Ries, E. (2011). The lean startup: How today’s entrepreneurs use continuous innovation to create radically successful businesses. Crown Business.
16. Schön, D. A. (1983). The reflective practitioner: How professionals think in action. Basic Books.
17. Slavin, J. L. (2008). Position of the American Dietetic Association: Health implications of dietary fiber. Journal of the American Dietetic Association, 108(10), 1716-1731.
18. Wolfe, R. R. (2006). The underappreciated role of muscle in health and disease. The American Journal of Clinical Nutrition, 84(3), 475-482.