Gala Dinner PIFKI: Mewujudkan Kolaborasi Budaya dan Profesionalisme dalam Akreditasi Kesehatan

 

Oleh. PP LAFKI

Pendahuluan
Pertemuan Ilmiah dan Forum Komunikasi Nasional (PIFKI) yang diadakan oleh Lembaga Akreditasi Fasilitas Kesehatan Indonesia (LAFKI) tidak hanya menjadi ajang bertukar ilmu dan pengalaman bagi para surveior dan profesional kesehatan, tetapi juga menjadi momen penting untuk merayakan kekayaan budaya Indonesia. Salah satu acara yang sangat dinantikan dalam PIFKI adalah gala dinner dengan pakaian adat, yang menyatukan peserta dari berbagai daerah dalam satu harmoni budaya.

Pentingnya Integrasi Budaya dalam Profesionalisme
Gala dinner dengan pakaian adat pada acara PIFKI merupakan simbol dari integrasi budaya dalam profesionalisme. dr. Friedrich Max Rumintjap, Sp.OG(K), MARS, FISQua, FIHFAA, FRSPH, Ketua Umum PP LAFKI, dengan panggilan akrabnya dr. Frits menyatakan bahwa “mengintegrasikan elemen budaya dalam acara profesional seperti ini tidak hanya memperkuat identitas nasional, tetapi juga membangun ikatan emosional yang lebih dalam antar peserta” (Friedrich, 2024). Ini sejalan dengan teori identitas sosial yang dikemukakan oleh Tajfel dan Turner, di mana pengakuan dan penghargaan terhadap identitas budaya individu dapat meningkatkan kohesi kelompok (Tajfel & Turner, 1979).

Kolaborasi dan Inovasi Melalui Pertemuan Tahunan
PIFKI, sebagai pertemuan tahunan, menyediakan platform untuk kolaborasi dan inovasi di bidang akreditasi kesehatan. Mathias Kogoya, Kepala Tata Usaha RSUD Mulia, Kabupaten Puncak Jaya, Provinsi Papua Tengah, menempuh perjalanan jauh ke Medan untuk mengikuti acara ini. Hal ini menunjukkan dedikasi dan komitmen terhadap peningkatan mutu layanan kesehatan. Mathias mengatakan, “Perjalanan kami dari Papua Tengah bukan sekadar fisik, tetapi juga perjalanan intelektual untuk membawa pulang ilmu dan inovasi baru demi pelayanan yang lebih baik” (Kogoya, 2024).

Signifikansi Gala Dinner dengan Pakaian Adat
Gala dinner dengan pakaian adat memberikan kesempatan bagi peserta untuk menampilkan kekayaan budaya daerah masing-masing, sekaligus memperkuat ikatan dan solidaritas antar peserta. dr. Iwan Trihapsoro, Sp.KK, Sp.KP, FINSDV, FAADV, FIHFAA, Sekretaris Umum PP LAFKI, berpendapat bahwa “kegiatan ini memperlihatkan betapa beragamnya budaya Indonesia dan bagaimana setiap elemen budaya tersebut dapat bersatu dalam sebuah acara yang mengedepankan profesionalisme dan mutu pelayanan kesehatan” (Trihapsoro, 2024).

Menurut Hofstede (1980), perbedaan budaya memiliki dampak signifikan pada cara individu dan kelompok bekerja sama. Dengan memperlihatkan dan merayakan perbedaan ini dalam bentuk gala dinner, PIFKI berhasil menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan menghargai keberagaman, yang pada akhirnya meningkatkan efektivitas kolaborasi dan kerja sama.

Peran LAFKI dalam Meningkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan
LAFKI berperan penting dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia melalui program-program akreditasi yang komprehensif. Program ini mencakup berbagai aspek mulai dari manajemen risiko hingga peningkatan keselamatan pasien. dr. Frits menekankan bahwa “proses akreditasi tidak hanya tentang memenuhi standar, tetapi juga tentang membangun budaya keselamatan dan mutu yang berkelanjutan” (Friedrich, 2024).

Penelitian oleh Donabedian (1988) menunjukkan bahwa akreditasi kesehatan yang efektif harus mencakup tiga komponen utama: struktur, proses, dan hasil. LAFKI, melalui kegiatan seperti PIFKI, berupaya memastikan bahwa ketiga komponen ini terpenuhi dan terus ditingkatkan.

Tantangan dan Peluang dalam Peningkatan Mutu Layanan Kesehatan
Meskipun banyak tantangan yang dihadapi dalam upaya peningkatan mutu layanan kesehatan, seperti keterbatasan sumber daya dan perbedaan geografis, acara seperti PIFKI memberikan peluang besar untuk mengatasi tantangan tersebut melalui kolaborasi dan berbagi pengetahuan. Mathias Kogoya dari RSUD Mulia di Papua Tengah menekankan pentingnya continuous improvement. “Kami berusaha terus-menerus untuk meningkatkan layanan kami, meskipun dengan keterbatasan yang ada. Acara seperti PIFKI memberi kami kesempatan untuk belajar dan berinovasi” (Kogoya, 2024).

Kesimpulan: Merayakan Kekayaan Budaya dan Komitmen Profesional
Gala dinner dengan pakaian adat di acara PIFKI bukan hanya tentang perayaan budaya, tetapi juga tentang komitmen terhadap peningkatan mutu layanan kesehatan di Indonesia. Dengan menghargai dan mengintegrasikan budaya dalam acara profesional, PIFKI berhasil menciptakan lingkungan yang mendukung kolaborasi, inovasi, dan peningkatan mutu berkelanjutan.

Sebagai penutup, kita bisa mengutip pernyataan dr. Iwan Trihapsoro, Sp.KK, Sp.KP, FINSDV, FAADV, FIHFAA, “Perjalanan panjang dari Papua Tengah ke Medan adalah simbol dari semangat dan dedikasi tanpa batas dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Ini adalah bukti bahwa budaya dan profesionalisme bisa berjalan beriringan, menciptakan harmoni yang memperkaya dan memperkuat komitmen kita terhadap kesehatan masyarakat” (Trihapsoro, 2024).

Referensi
1. Donabedian, A. (1988). The quality of care. How can it be assessed? JAMA, 260(12), 1743-1748.
2. Friedrich, Dr. (2024). [Personal Communication].
3. Hofstede, G. (1980). Culture’s Consequences: International Differences in Work-Related Values. Beverly Hills, CA: Sage Publications.
4. Kogoya, M. (2023). [Personal Communication].
5. Tajfel, H., & Turner, J. C. (1979). An integrative theory of intergroup conflict. In W. G. Austin & S. Worchel (Eds.), The Social Psychology of Intergroup Relations (pp. 33-47). Monterey, CA: Brooks/Cole.
6. Trihapsoro, I. (2024). [Personal Communication].

Related posts