Mengangkat Standar Mutu Laboratorium Kesehatan: Pentingnya Keselamatan dan Mutu

 

Laboratorium kesehatan menjadi tiang utama dalam sistem pelayanan kesehatan modern. Dalam lingkupnya yang luas, laboratorium kesehatan tidak hanya bertanggung jawab atas diagnosa penyakit, tetapi juga memainkan peran penting dalam pemantauan kesehatan masyarakat dan penelitian ilmiah. Namun, untuk menjaga keandalan dan keamanan layanan yang disediakan, penting bagi laboratorium untuk mematuhi standar mutu yang ketat. Pada artikel ini, kita akan mengeksplorasi pentingnya standar mutu laboratorium kesehatan, sebagaimana didukung oleh teori konsep ahli, serta implementasi praktisnya dalam upaya menyediakan layanan kesehatan yang berkualitas.

Sebagai landasan utama dalam mengevaluasi mutu laboratorium kesehatan, Indikator Nasional Mutu (INM) menarik perhatian utama. INM, dengan 13 indikatornya, memberikan kerangka kerja yang kuat bagi laboratorium untuk memperbaiki kualitas layanan yang mereka berikan. Konsep ini didukung oleh teori penelitian dalam manajemen mutu, seperti yang dikemukakan oleh Juran (1988), yang menekankan pentingnya indikator kinerja dalam meningkatkan mutu organisasi. Dalam konteks laboratorium kesehatan, indikator ini mencakup berbagai aspek, mulai dari akurasi hasil tes hingga keselamatan pasien.

Regulasi yang ketat juga merupakan bagian integral dari upaya menjaga standar mutu laboratorium kesehatan. Peraturan tentang INM dan akreditasi laboratorium kesehatan memastikan bahwa laboratorium beroperasi sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan. Sebagai contoh, Permenkes nomor 30 Tahun 2022 dan Permenkes nomor 34 Tahun 2022 menjadi landasan hukum bagi implementasi standar mutu ini. Dalam teori hukum, konsep regulasi dipandang sebagai alat yang efektif dalam mempromosikan kepatuhan terhadap standar etika dan kualitas (Baldwin et al., 2012). Dengan demikian, regulasi ini tidak hanya memberikan kerangka kerja hukum, tetapi juga memperkuat komitmen terhadap mutu dan keselamatan.

Struktur standar akreditasi laboratorium, yang mencakup elemen-elemen seperti keselamatan pasien dan kompetensi personel, juga mendapat sorotan dalam perdebatan tentang kualitas layanan. Teori organisasi, seperti yang diajarkan oleh Mintzberg (1979), menyoroti pentingnya struktur yang jelas dalam mencapai tujuan organisasi. Dalam hal ini, struktur standar akreditasi memberikan kerangka kerja yang terorganisir untuk mencapai standar mutu yang ditetapkan. Konsep ini diterapkan dalam praktik dengan memastikan bahwa setiap elemen penilaian, seperti komunikasi efektif dan pengurangan risiko infeksi, diintegrasikan ke dalam operasi sehari-hari laboratorium.

Peran pimpinan dalam memastikan kepatuhan terhadap standar mutu juga menjadi fokus penting dalam diskusi ini. Konsep kepemimpinan transaksional, sebagaimana diperkenalkan oleh Bass (1985), menekankan pentingnya pemimpin dalam menetapkan harapan, memberikan arahan, dan memantau kinerja karyawan. Dalam konteks laboratorium kesehatan, kepemimpinan yang efektif dari kepala laboratorium dan staf manajemen lainnya krusial untuk menciptakan budaya kepatuhan terhadap standar mutu. Dengan menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan ini, laboratorium dapat memastikan bahwa seluruh personel memahami dan mematuhi standar yang ditetapkan.

Pelayanan laboratorium yang berorientasi pada pelanggan juga menarik perhatian dalam upaya meningkatkan mutu layanan. Teori manajemen pelayanan, seperti yang dikemukakan oleh Grönroos (2000), menekankan pentingnya memahami dan merespons kebutuhan pelanggan. Dalam konteks laboratorium kesehatan, pendekatan ini mencakup penanganan keluhan pelanggan, penetapan jenis layanan yang dibutuhkan, dan memastikan bahwa hak-hak pengguna pelayanan dipenuhi sepenuhnya. Dengan memprioritaskan kepuasan pelanggan, laboratorium tidak hanya memperbaiki mutu layanan, tetapi juga membangun hubungan yang kuat dengan masyarakat yang dilayani.

Selain fokus pada kepuasan pelanggan, pengendalian dan pencegahan infeksi juga menjadi aspek penting dari operasi laboratorium yang berkualitas. Teori epidemiologi, seperti yang diajarkan oleh Snow (1855), menyoroti pentingnya identifikasi dan kontrol penyakit untuk mencegah penyebaran lebih lanjut. Dalam konteks laboratorium kesehatan, program pengendalian dan pencegahan infeksi memastikan bahwa risiko penularan penyakit di laboratorium diminimalkan melalui protokol kebersihan dan tindakan pencegahan lainnya.

Namun, upaya untuk menjaga standar mutu laboratorium tidak akan lengkap tanpa memperhatikan aspek manajemen dokumen. Teori manajemen informasi, seperti yang diajarkan oleh Laudon dan Laudon (2016), menekankan pentingnya pengelolaan informasi yang efisien dan terorganisir untuk mendukung pengambilan keputusan yang tepat. Dalam konteks laboratorium kesehatan, manajemen dokumen yang baik memastikan bahwa semua prosedur dan kebijakan terdokumentasi dengan baik dan dapat diakses dengan mudah, memfasilitasi audit dan pemantauan kinerja laboratorium.

Dalam menghadapi tantangan dan kompleksitas dalam menjaga standar mutu laboratorium kesehatan, penting untuk mengakui bahwa tidak ada solusi yang satu ukuran cocok untuk semua. Setiap laboratorium memiliki kebutuhan dan tantangan unik yang harus diatasi dengan pendekatan yang sesuai. Namun, dengan memahami dan menerapkan konsep-konsep teori ahli dalam manajemen mutu dan pelayanan, laboratorium dapat terus meningkatkan kualitas layanan yang mereka berikan kepada masyarakat.

 

Oleh. Dr. Ahyar Wahyudi, S.Kep.Ns.,M.Kep.,FISQua, FRSPH, FIHFAA (Surveior LAFKI)

 

Referensi:
1. Baldwin, R., Cave, M., & Lodge, M. (2012). Understanding Regulation: Theory, Strategy, and Practice. Oxford University Press.
2. Bass, B. M. (1985). Leadership and Performance Beyond Expectations. Free Press.
3. Grönroos, C. (2000). Service Management and Marketing: A Customer Relationship Management Approach. John Wiley & Sons.
4. Juran, J. M. (1988). Juran on Planning for Quality. Free Press.
5. Laudon, K. C., & Laudon, J. P. (2016). Management Information Systems: Managing the Digital Firm. Pearson.
6. Mintzberg, H. (1979). The Structuring of Organizations: A Synthesis of the Research. Prentice-Hall.
7. Snow, J. (1855). On the Mode of Communication of Cholera. John Churchill.

Related posts