Saat ini, teknologi, terutama media sosial, tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Banyak orang di sekitar kita, terutama remaja, sangat bergantung pada media sosial. Menurut sebuah studi tahun 2015, lebih dari 2.000 remaja mengakses media sosial di ponsel mereka sebanyak 92% waktu mereka. Media sosial memiliki banyak pengaruh positif yang dapat kita terima, tetapi juga banyak pengaruh negatif yang terjadi akibat media sosial, terutama terkait dengan kesehatan mental. Kesehatan mental sangat penting dalam era saat ini karena banyak remaja yang mengalami depresi akibat bermain media sosial. Banyak remaja juga mencoba mengakhiri hidup mereka sendiri karena ejekan yang mereka terima saat bermain di media sosial. Remaja seharusnya bisa menjalani hidup mereka dengan baik tanpa harus memikirkan dampak negatif yang mereka terima akibat bermain di media sosial, seperti perundungan cyber. Oleh karena itu, semua pihak harus lebih fokus pada kesehatan mental akibat media sosial, terutama pada remaja.
Seorang filsuf Jepang terkenal, Nishitani Keiji, pernah berbicara tentang pentingnya keseimbangan dalam kehidupan manusia. Baginya, keseimbangan antara teknologi dan aspek-aspek fundamental kemanusiaan seperti kesehatan mental sangatlah krusial. Teknologi, termasuk media sosial, dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari kita, tetapi juga memiliki potensi untuk merusak kesehatan mental kita jika digunakan dengan tidak bijak.
Dalam hal ini, kita dapat mengambil pandangan dari beberapa ahli dalam bidang kesehatan mental dan media sosial. Misalnya, teori kesehatan mental oleh ahli psikologi seperti Aaron Beck menggarisbawahi pentingnya persepsi diri dan dukungan sosial dalam menjaga kesehatan mental. Ketika remaja menghabiskan banyak waktu mereka di media sosial, mereka mungkin lebih rentan terhadap perbandingan sosial yang merugikan dan bullying online, yang dapat merusak persepsi diri mereka.
Selain itu, model komunikasi dan dampak media sosial juga relevan. Teori agenda setting mengajarkan kita bahwa media sosial dapat mempengaruhi agenda dan perasaan publik dengan memprioritaskan berita atau topik tertentu. Oleh karena itu, ketika isu-isu negatif atau perundungan menjadi dominan di media sosial, hal ini dapat memengaruhi persepsi remaja tentang realitas sosial dan kesehatan mental mereka.
Kesehatan mental adalah aspek yang tidak boleh diabaikan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam era media sosial yang begitu mendominasi. Kesehatan mental yang baik adalah kunci untuk menjalani kehidupan yang bahagia dan produktif. Namun, terlalu banyak paparan terhadap tekanan sosial dan negativitas di media sosial dapat mengganggu kesehatan mental remaja.
Depresi, kecemasan, dan bahkan pemikiran untuk mengakhiri hidup adalah dampak yang serius dari tekanan sosial di media sosial. Perasaan kurangnya dukungan sosial atau perlakuan yang tidak adil dapat merusak kepercayaan diri dan harga diri remaja. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak, termasuk keluarga, sekolah, dan pemerintah, untuk memprioritaskan kesehatan mental remaja dan memberikan dukungan yang diperlukan.
Kesehatan mental harus menjadi prioritas utama dalam penggunaan media sosial, terutama untuk remaja. Sudah saatnya kita merenungkan tentang bagaimana teknologi, khususnya media sosial, memengaruhi kesehatan mental kita. Kita perlu membuka percakapan yang lebih terbuka tentang perasaan dan tekanan yang mungkin dirasakan oleh remaja di dunia maya. Ini juga merupakan tugas bersama bagi semua pihak untuk memonitor dan mendeteksi tanda-tanda masalah kesehatan mental dan memberikan bantuan yang diperlukan.
Kesehatan mental adalah harta yang tidak ternilai, dan kita harus melindunginya dengan cermat. Kami berharap bahwa di masa mendatang, kita dapat menciptakan lingkungan media sosial yang lebih sehat dan mendukung, di mana remaja dapat tumbuh dan berkembang tanpa terbebani oleh tekanan sosial yang tidak sehat. Kami percaya bahwa dengan perhatian dan upaya bersama, kita dapat meraih masa depan yang lebih baik dan lebih sejahtera.
Kesehatan mental dalam era media sosial bisa dibandingkan dengan menavigasi lautan yang penuh ombak tak terduga. Seperti layaknya kapal, kita harus memastikan agar struktur mental kita kuat dan kokoh untuk menghadapi tekanan yang datang dari berbagai arah. Seperti layaknya kompas, kita harus memiliki panduan dan dukungan yang tepat untuk tetap berada pada jalur yang benar. Kita adalah pelaut dalam perjalanan ini, dan kita harus menjaga agar kapal kita tetap utuh saat melintasi perairan yang kadangkala keras dan berbahaya.
Oleh. dr.Friedrich M Rumintjap, Sp(OG), MARS, FISQua, FIHFAA, FRSPH