Kita hidup di era ‘post-truth’, sebuah zaman di mana emosi dan keyakinan pribadi seringkali mendahului fakta. Media sosial, dengan kemampuannya untuk mempercepat penyebaran informasi, seringkali menjadi pusat dari fenomena ini. Saat kita berbicara tentang pelayanan fasilitas kesehatan (Faskes), bagaimana kita dapat memastikan bahwa informasi yang kita terima dan sebarkan benar-benar mencerminkan realitas?
Sejenak bayangkan. Anda membaca sebuah cerita di medsos mengenai pengalaman buruk seorang pasien di sebuah rumah sakit. Tanpa berpikir panjang, emosi Anda tersulut dan Anda segera membagikannya. Tetapi, adakah Anda berhenti sejenak untuk mempertanyakan kebenarannya?
Michel Foucault pernah menekankan hubungan erat antara pengetahuan dan kekuasaan. Dalam dunia digital, medsos memegang tongkat kekuasaan ini, mempengaruhi opini dan persepsi kita. Tetapi, seperti yang dikatakan oleh Marshall McLuhan, “Medium is the message.” Terlalu sering, kita terpengaruh oleh cara informasi disajikan, daripada esensi dari informasi itu sendiri.
Anda, saya, kita semua menginginkan pelayanan kesehatan yang optimal. Namun, untuk mewujudkannya, kita harus berdasar pada informasi yang akurat dan obyektif. Kritik yang didasari oleh fakta, bukan emosi semata, adalah yang paling berharga.
Mari kita berkomitmen untuk tidak terjebak dalam ‘ekokamar’ medsos yang hanya mengulang-ulang narasi yang sesuai dengan keyakinan kita. Kita harus berani mempertanyakan, memverifikasi, dan mencari tahu lebih dalam.
Di era ‘post-truth’ ini, tanggung jawab kita bukan hanya untuk mencari informasi, tetapi juga untuk memastikan keakuratan dan integritas informasi tersebut. Hanya dengan demikian, kita bisa berkontribusi memastikan pelayanan Faskes mencapai standar yang kita harapkan.
Oleh: dr. Friedrich M Rumintjap, Sp.OG(K), MARS, FISQua, FIHFAA, FRSPH (Ketua Umum LAFKI).