Dalam era digital saat ini, media sosial (medsos) tak hanya menjadi tempat berbagi kabar, tetapi juga menjadi ajang membentuk dan mempengaruhi opini masyarakat. Salah satu topik yang kerap menjadi bahan diskusi adalah pelayanan fasilitas kesehatan (Faskes). Banyak kalangan merasa medsos memiliki pengaruh kuat dalam membentuk opini masyarakat mengenai Faskes, namun, apakah hal ini benar-benar terjadi?
Filsuf Prancis, Michel Foucault, pernah mengutarakan tentang konsep “kekuasaan pengetahuan”. Ia percaya bahwa pengetahuan dan kekuasaan saling terkait erat. Dalam konteks media sosial, platform-platform tersebut menjadi sumber pengetahuan baru bagi banyak orang. Namun, sejauh mana medsos mampu menjadi kekuatan dominan dalam membentuk opini terkait pelayanan Faskes?
Berdasarkan teori komunikasi agenda setting, media mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi apa yang dipikirkan orang dengan menentukan apa yang diberitakan. Dalam hal ini, medsos seringkali menjadi “media” baru yang mempengaruhi apa yang diperbincangkan, termasuk soal Faskes. Setiap individu memiliki akses untuk menyebarkan informasi, baik berdasarkan pengalaman pribadi maupun berdasarkan sumber lain. Namun, sifat medsos yang bebas dan terbuka membuat verifikasi informasi menjadi tantangan.
Marshall McLuhan, ahli media terkenal, pernah mengatakan, “Medium is the message.” Artinya, cara informasi disajikan seringkali lebih berpengaruh daripada isi informasi itu sendiri. Dalam medsos, informasi tentang pelayanan Faskes dapat disajikan dalam bentuk gambar, video, atau narasi pendek yang emosional, mempengaruhi perasaan pembaca lebih daripada informasi faktual yang panjang lebar.
Selanjutnya, konsep ‘ekokamar’ (echo chamber) juga mempengaruhi bagaimana medsos membentuk opini. Ekokamar adalah fenomena di mana individu hanya mendapatkan informasi dari kelompok yang memiliki pandangan serupa. Dalam hal pelayanan Faskes, jika seseorang bergabung dalam kelompok yang selalu mengkritik pelayanan, maka mereka cenderung hanya mendengar kritik tersebut dan sebaliknya.
Penting untuk diingat, tidak semua opini di medsos merepresentasikan realitas sebenarnya. Sebagai contoh, seorang pasien yang merasa tidak puas dengan pelayanan di suatu klinik mungkin lebih cenderung mengungkapkan ketidakpuasannya di medsos daripada pasien yang merasa puas. Hal ini bisa menciptakan kesan seolah-olah mayoritas pengguna jasa Faskes merasa tidak puas, padahal mungkin hanya sebagian kecil.
Namun, bukan berarti medsos tidak memiliki kegunaan dalam memperbaiki pelayanan Faskes. Dengan adanya feedback dari masyarakat melalui medsos, pihak Faskes dapat mengetahui aspek-aspek mana yang perlu diperbaiki. Dalam konteks ini, medsos menjadi alat penting untuk partisipasi publik dalam pengawasan dan perbaikan layanan.
Dalam kesimpulan, medsos memang memiliki potensi besar dalam membentuk opini masyarakat terkait pelayanan Faskes, baik positif maupun negatif. Meskipun demikian, penting bagi masyarakat untuk selalu kritis dan verifikasi informasi yang diterima. Di sisi lain, Faskes seharusnya memanfaatkan medsos sebagai sumber feedback untuk perbaikan layanan, bukan sebagai ancaman yang perlu diantisipasi.
Oleh: dr. Friedrich M Rumintjap, Sp.OG(K), MARS, FISQua, FIHFAA, FRSPH (Ketum LAFKI).