Jakarta, PW: Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Yudo Margono mengingatkan Pentingnya Pemanfaatan Ruang Laut Untuk National Prosperity dan National Security di Perairan Natuna mengingat Indonesia dengan 70% geografisnya adalah lautan sehingga perlu ditata ruang lautnya guna kemakmuran dan keamanan Nasional. Hal tersebut dibahas lebih lanjut oleh Asopssurta Danpushidrosal Laksamana Pertama TNI Dyan Primana Sobaruddin saat hadir sebagai narasumber dalam Bincang Bahari yang diselenggarakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Selasa (31/05) kemarin .
Bincang Bahari diselenggarakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan mengundang Narasumber dari berbagai Instansi salah satunya dari TNI AL bertujuan mensosialisasikan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 41 Tahun 2022 tentang Rencana Zonasi Kawasan Antar Wilayah (RZ KAW) Laut Natuna dan Natuna Utara. Hal tersebut sebagai upaya untuk memaksimalkan potensi ekonomi yang ada di kawasan tersebut, mengingat kurang lebih 2 tahun ekonomi Indonesia melemah akibat pandemi Covid-19 sekaligus sebagai salah satu point penekanan Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Yudo Margono bahwa TNI AL dalam mendukung penuh kebijakan pemerintah dalam upaya Pemulihan ekonomi Nasional (PEN).
Laksma Dyan mengawali paparannya dengan menyampaikan posisi strategis Laut Natuna maupun Laut Natuna Utara serta sejarah penutupan kantung Natuna dari mulai batas-batas maritim negara Republik Indonesia berdasarkan TZMKO 1939 sampai dengan batas-batas maritim negara Republik Indonesia berdasarkan Undang-undang Nomor 4 PRP Tahun 1960 yang menyebutkan bahwa laut teritorial adalah 12 Mil Laut.
Sebagai tindak lanjut dari pengesahan UNCLOS 1982, Pemerintah Indonesia mencabut UU No. 4/PRP tahun 1960 tentang Wilayah Perairan Indonesia dengan menerbitkan UU No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, serta menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 61 tahun 1998 tentang Penutupan Kantung Natuna. Usulan penamaan Laut Natuna di perairan yang sebelumnya bernama Laut Cina Selatan, pada S23 Working group tentang Limit Seas and Oceans pada tanggal 5-7 Juli 2010 di Singapura.
Indonesia menyampaikan argumentasi mengenai penamaan Laut Natuna dengan tiga alasan utama yakni, Pertama, Laut Natuna sepenuhnya berada di dalam perairan Kepulauan Indonesia (Indonesian Archipelagic Waters). Hal ini sesuai PP 38 Tahun 2002 dan PP 37 tahun 2008 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia yang telah didepositkan ke Sekjen PBB pada tahun 2009. Kedua, Nama Natuna digunakan dalam Peta Laut nomor 38 sejak tahun 1951 dan penggunaan nama lokal sudah sesuai dengan ketentuan UN Group of Experts on Geographical Names (UNGEGN). Ketiga, Penggunaan Laut Natuna juga telah digunakan dalam perjanjian bilateral antara Indonesia dan Malaysia tentang rejim Negara Kepulauan.
Laut Natuna Utara telah ditetapkan dalam Perpres 32 tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut dan dicantumkan dalam Peta NKRI. Namun demikian batas maritim di Perairan Natuna Utara belum sepenuhnya telah disepakati oleh negara tetangga yaitu Malaysia dan Vietnam yaitu batas Laut Teritorial RI – Malaysia di Tanjung Datu, batas ZEE RI – Malaysia dan batas ZEE RI – Vietnam. Sedangkan batas Landas kontinen RI – Malaysia telah disepakati th 1969 dan RI – Vietnam telah disepakati 2003.
Disampaikan juga bahwa di Laut Natuna terdapat ALUR MIDAI- MURI sebagai hak Lintas Barat-Timur Malaysia sesuai UU Nomor 1 Tahun 1983 tentang Pengesahan Perjanjian Antara Republik Indonesia Dan Malaysia tentang Rejim Hukum Negara Nusantara dan Hak-hak Malaysia di Laut Teritorial dan Perairan Nusantara serta ruang udara diatas Laut Teritorial, Perairan Nusanta…