Kepri, PW: Sejak Januari 2020 Pandemi Covid-19 melanda seluruh penjuru dunia. Menurut data Satgas Covid https://covid19.go.id tertanggal 6 Desember 2021, jumlah kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 4,3jt kasus (4.257.815 kasus positif) dengan kesembuhan bertambah 2005 jiwa dan korban meninggal bertambah 9 jiwa.
Selain menghadapi kasus positif covid-19, kita juga harus menghadapi problematika pasca covid, atau yang selama ini disebut Long Covid Syndrome.
Penyakit Coronavirus Desease 2019 (COVID-19) disebabkan oleh virus SARSCov2. Virus ini menyerang sistem pernafasan. Pada kasus COVID-19 gejala berat yang lebih serius, beresiko pada timbulnya sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS/Acute Respiratory Distress Syndrome).
Gejala ARDS ini mengancam keselamatan jiwa, karena menyebabkan kadar oksigen dalam darah turun drastis, sehingga berpotensi terjadinya gagal fungsi multi organ.
Dunia Kedokteran masih terus berusaha menemukan pengobatan dan terapi yang efektif untuk Covid-19. Mencari solusi untuk mengatasi hingga ke akarnya. Hingga saat ini beberapa metode alternatif tengah dikembangkan, salah satunya adalah Hyperbaric Oxygen Therapy (HBOT).
Terapi Oksigen Hiperbarik memberikan harapan yang cerah bagi Covid-19. Hal ini dikarenakan Terapi oksigen hiperbarik (HBOT) memang dirancang untuk meningkatkan kadar oksigen melalui pernafasan seluler.
Terapi Oksigen Hiperbarik bekerja dengan prinsip Hukum Fisika Penyelaman seperti Boyle, Dalton, Pascal, dan Charles, sehingga sangat memungkinkan oksigen dapat langsung larut dalam semua cairan yang ada di dalam tubuh seperti plasma darah, cairan getah bening, dan cairan otak.
Ada 6 point yang akan dibahas, yaitu :
- Pengertian Covid-19 dan Long Covid Syndrome
- Jejas Vaskuler pada Covid-19 dan Long Covid Syndrome
- Pengertian Terapi Oksigen Hiperbarik
- Indikasi dan Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik
- Mekanisme Kerja HBOT Pada Covid-19
- Mekanisme Kerja HBOT Pada Long Covid Syndrome
- Pengertian Covid-19
Menurut penjelasan Kemenkes RI dalam laman web Kemkes.go.id, Covid-19 adalah penyakit Coronavirus Disease-2019 yang disebabkan oleh virus SarsCov2.
Dilansir dari Wikipedia, Sarscov2 adalah anggota keluarga Coronavirus dari Genus Betacoronavirus Subgenus Sarbecovirus.
Gejala Covid-19
Gejala Covid-19 secara umumnya sama dengan penyakit ISPA lainnya. Namun karena ini adalah jenis virus baru dimana sistem imun adaptif belum memiliki data sel memori, maka Covid-19 punya ciri khas yaitu anosmia dan batuk kering.
Klasifikasi Covid-19
Berdasarkan beratnya kasus, Covid-19 terbagi menjadi Tanpa Gejala, Ringan, Sedang, Berat, dan Kritis.
- Tanpa Gejala : Kondisi ini merupakan kondisi paling ringan. Pasien tidak ditemukan gejala.
- Gejala Ringan : Gejala ISPA ringan tanpa pneumonia
- Gejala Sedang : Pasien dengan tanda klinis pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) tetapi tidak ada tanda pneumonia berat. SpO2 > 93%
- Gejala berat : Pasien dengan tanda klinis pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) ditambah satu dari: frekuensi napas > 30 x/menit, distres pernapasan berat, atau SpO2 < 93% pada udara ruangan.
- Kritis : Pasien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan syok sepsis.
(Sumber : Buku Pedoman Tatalaksana COVID-19 SOP Edisi 3 2020.pdf)
Pengertian Long Covid Syndrome
Long Covid atau Post Covid Syndrome atau Chronic Covid adalah suatu kondisi adanya gejala-gejala yang muncul atau dialami pada pasien Covid-19 hingga berbulan-bulan lamanya, yang sudah dinyatakan sembuh berdasarkan hasil swab negatif (kemkes.go.id).
Gejala Long Covid Syndrome
Gejala yang timbul bisa ringan hingga berat diantaranya kelelahan, sesak nafas, nyeri otot, nyeri sendiri, kehilangan ingatan dan konsentrasi, depresi, gangguan jantung, dsb.
Penyebab Long Covid Syndrome
Ada dua teori penyebab Long Covid yaitu :
1) Masih ada reservoir virus kecil dan persisten tersembunyi yang tidak terdeteksi oleh tes diagnostik, atau sisa fragmen virus yang belum diatasi oleh tubuh.
2) Dampak respon inflamasi dan sistem imun terhadap infeksi virus SarsCov2. Proses perbaikan (healingnya) belum selesai.
Contoh kasus Long Covid : Pasien A usia 45th, MRS 3 bulan yang lalu dengan riwayat gejala berat tanpa kormobid. Setelah KRS dan tes PCR berulang hasilnya (-). Namun hingga saat ii hasil labnya GDS 400, Kolesterol LDL 300, TD 140/90mmHg. Keluhan sering kelelahan dan masih ada sesak nafas jika melakukan aktivitas berat.
Mengapa bisa ada Long Covid?
Karena status sembuh pasien hanya berdasarkan swab PCR/Antigen Negatif (-) saja. Padahal hasil pemeriksaan negatif virusnya hanya penanda fase inflamasi selesai. Sementara proses healing memerlukan waktu setidaknya 21-100 hari (3 bulan).
Proses wound healing meliputi 3 fase yaitu :
- Infamasi dan Hemostasis
- Proliferasi
- Remodelling dan Maturasi
Semakin berat gejalanya, maka semakin berat pula kerusakannya. Sehingga makin lama pula penyembuhannya.
Oleh karena itu masa pemulihan total hingga sembuh 100% bisa berbulan-bulan.
- Jejas Vaskular pada Covid-19 dan Long Covid Syndrome
Menurut KBBI arti jejas vaskular adalah :
jejas / lecet (tergores, luka sedikit, dan sebagainya).
vaskular: mengenai pembuluh darah; penuh dengan pembuluh darah.
Jadi jejas vaskular adalah luka/cedera pada pembuluh darah. Kasus Covid dan long Covid-19 erat kaitannya dengan jejas vaskular. Karena tidak lepas dari proses inflamasi.
Aktivitas Bradikinin, Prostaglandin, Histamin, Leukotrin, membuat pembuluh darah berdilatasi untuk membuka celah dinding endotel, agar sel darah putih yang ada di dalam darah bisa keluar (eksudasi).
Proses eksudasi inilah yang menyebabkan terjadinya kebocoran plasma. Sehingga pada peradangan terdapat tanda rubor, yaitu kemerah-merahan. Saat terjadi kebocoran plasma itulah maka dinding endotel cedera (Jejas Vaskuler/Vascular leak/Endothelial Injury).
Hubungan Jejas Vaskular dengan Hipoksemia dan Hipoksia
Jejas vaskuler pada inflamasi akut adalah hal yang normal sebenarnya. Namun bisa menjadi abnormal jika jejasnya bertambah banyak. Sehingga sitokin yang terpanggil juga semakin banyak (badai sitokin).
Badai sitokin terjadi karena beberapa faktor, diantaranya adalah tidak memiliki kesadaran bedrest.
Hal ini dikarenakan saat bedrest, maka kerja jantung akan berkurang sehingga aliran darah juga akan berkurang kecepatannya (low blood flow).
Ketika terjadi inflamasi, respon sistem imun mempengaruhi Angiotensin II, Capillary thrombosis, Endothelial Injury, Angiogenesis, dsb, yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan fungsi kerja pembuluh darah kapiler. Sehingga pasokan oksigen di darah berkurang (hipoksemia) dan kemudian menurun juga pasokan oksigen di jaringan tubuh (Hipoksia).
Hipoksemia terjadi karena :
- Kebocoran plasma atau vascular leak akibat respon inflamasi saat terjadi infeksi.
- Proses perbaikan pembuluh darah/Vascular remodelling pada dinding-dinding endotel yang terluka membentuk plak aterosklerosis.
Sehingga pasokan oksigen di darah menjadi berkurang karena sel darah merah terhalang oleh plak.
- Proses Angiogenesis (tumbuhnya pembuluh darah baru), baik di bekas luka maupun angiogenesis karena jaringan sekitarnya mengalami hipoksia
Aterosklerosis, terjadinya sklerosis (pengerasan) pada dinding arteri selama ini diidentikkan karena kesalahan makan, terlalu banyak makanan tinggi gula dan minyak.
Namun jika ditinjau dari teori inflamasi, aterosklerosis terjadi bukan karena makanan, melainkan karena respon endothelial injury: Jejas Vaskular.
Bagaimana mekanisme terjadinya aterosklerosis?
– Ketika terjadi Endothelial Injury, maka akan segera terjadi apoptosis endotel. Banyaknya sel endotel yang rusak dan mati menyebabkan Dysfungction endothel, penurunan fungsi kerja endotel. Sehingga mengirimkan sinyal aktivasi sel otot polos untuk meningkatkan adhesi monosit dan leukosit yang kemudian makrofag juga teraktivasi.
-Peningkatan adhesi leukosit menyebabkan pro-aterogenik sehingga berkembang pada pembentukan thrombus pada daerah luka tersebut. Kemudian terjadi proses proliferasi dan remodelling untuk membuat sel endotel yang baru. Lapisan thrombus, kolagen, limfosit, dll, akan ditutupi oleh lemak yang dibawa oleh kolesterol LDL agar lapisan tersebut keras, kuat, kokoh, tidak mudah lepas. Sehingga proses wound healing bisa benar-benar matang. Jadi fungsi LDL di sini sebagai “verban”. Bukan kolesterol jahat sebenarnya si LDL ini.
– Ketika proses remodelling dan maturasi selesai, maka lapisan aterokslerosis tersebut akan diurai oleh kolesterol HDL. HDL memiliki sifat Anti-apoptotic effects, Anti-inflamantory effects, Anti-thrombotic efefcts, dan menstimulus Endothelial NO production. Kemudian lapisan lemak yang tidak terpakai tersebut dibawa ke hati oleh HDL. Dan sisa-sisa lainnya dimakan makrofag.
Sklerosis memang adalah hal yang alamiah. Dimanapun terjadi perlukaan,akan terjadi hal tersebut. Bahasa masyarakat awam adalah “Korengen”. Jika korengen terjadi di kulit luar tidak menimbulkan masalah berarti. Namun jika ada di dalam tubuh, terutama sistem vaskular dan persarafan, itu memiliki resiko tinggi.
Apabila terjadi di arteri (aterosklerosis), dapat mengganggu distribusi oksigen seperti yang sudah dijelaskan di awal tadi. Semakin banyak jejas vaskulernya, maka semakin berat gejala Covid yang dialami.
Jejas vaskuler dan aterosklerosis bisa menjawab mengapa hasil lab pasien Covid-19 bisa mengarah pada GDS tinggi, LDL tinggi, Hipertensi tinggi, meskipun pasiennya masih muda dan tidak punya kormobid.
Jika semakin banyak sklerosisnya, maka semakin banyak sumbatan yang menghalangi aliran darah. Akibatnya hipoksemia dan hipoksia menjadi masalah serius, saturasi oksigen bisa terus turun (hipoksia) sekalipun pasiennya tidak sesak.
Problem karena sklerosis tidak hanya sampai di situ saja. Jika ada plak aterosklerosis yg ruputur sebelum waktunya, sobek, maka bahaya lebih besar mengintai. Bekuan thrombus akan terurai ke aliran darah dan berpotensi menyumbat dimana saja. Jika thrombus/blood clot menyumbat di arteri dekat otak, bisa menyebabkan stroke iskemik. Jika di jantung, heart attack dan miokard infark. Jika pembuluh vena paru-paru menyebabkan Pulmonary embolism.
Aterosklerosis yang ruptur/robek ditandai dengan hasil tes D-dimer tinggi, LED tinggi, dan trombosit yang tinggi.
Apabila kriteria sembuh pasien Covid-19 hanyalah swab negatif saja sementara tidak dilihat hasil laboratorium lengkap , di situlah awal mula dari Long Covid Syndrome.
Lalu bagaimana mengatasi berbagai problem sistem vaskular dan respirasi karena Covid-19 ini? Jawabannya adalah BEDREST dan HBOT.
Mengapa membangun kesadaran bedrest penting? Seperti yang sudah disinggung di awal jika dengan bedrest maka kerja organ jantung lebih ringan. Jantung akan memompa darah lebih pelan sehingga aliran darah menjadi pelan juga.
Aliran darah yang pelan dapat menghindari jejas vaskuler yang lebih berat. Sementara aliran darah kencang sebaliknya, bisa membuat endotel cedera. Dan juga aliran darah kencang yang bergesakan dengan dinding endotel dapat menyebabkan plak aterosklerosis.
Selain itu dengan bedrest, energi ATP bisa dihemat untuk proses healing. Sehingga pasien bisa lebih cepat recovery.
Terapi HBOT sangat bermanfaat dalam membantu mensuplai oksigen pasien Covid-19 dan Long covid. Jejas vaskuler dan aterosklerosis menyebabkan pasokan oksigen di darah berkurang. Hal ini karena sel darah merah yang berukuran besar terhalangi oleh plak. Sementara cairan plasma bisa melewati karena ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan sel darah merah.
Dengan HBOT, oksigen bisa langsung larut dalam plasma darah. Sehingga sekalipun ada banyak sumbatan, tidak terjadi hipoksemia dan hipoksia.
Bagaimana mekanismenya?
Terapi oksigen hiperbarik (TOHB) adalah suatu bentuk dimana pasien berada dalam ruangan bertekanan tinggi lebih dari 1 ATA dengan menghirup oksigen murni hingga 100% (Baromedical, 2006).
Terapi oksigen hiperbarik dapat bertindak sebagai terapi utama maupun terapi bantuan pada kasus klinis yg bersifat ilmiah dan alamiah.
Pada umumnya manusia bernafas dengan komposisi unsur udara :
-78% nitrogen
-20% oksigen
-0,93% argon
-0,03% karbondioksida
-dan sisanya terdiri dari neon, helium, metan dan hidrogen (Iskandar, 2010).
Berbagai faktor resiko penyebab kurangnya oksigen pada tingkat seluler menyebabkan gangguan pada berbagai sistem organ. Oksigen masuk ke dalam tubuh melalui cara pertukaran gas (sistem pernapasan), yang terdiri dari fase ventilasi, transportasi, utilisasi dan difusi.
Dengan berada di dalam kondisi hiperbarik, maka molekul udara bisa semakin kecil dan rapat, sehingga mudah larut dalam cairan. Sehingga ketika seseorang masuk ke dalam Chamber/RUBT,maka oksigen bisa langsung masuk ke dalam cairan tubuh seperti plasma darah, cairan getah bening, dan cairan otak.
Indikasi HBOT :
A. PENYAKIT PENYELAMAN
1. Penyakit Dekompresi
2. Emboli gas arterial
3. Keracunan gas CO, CO
B. PENYAKIT KLINIS
1. Gangren
2. Bedah plastik dan rekontruksi tandur kulit
3. Osteomyelitis, Osteoradionekrosis
4. Crush injury, traumatik iskemia
5. Thromboangitis Obliterans
6. Neurologi (Stroke, migrain, demensia)
7. Luka bakar
8. Amputasi
9. Ulkus diabetik
10. Infeksi Jaringan Lunak
Kontraindikasi HBOT
A. ABSOLUT
1. Pneumotorak Yang Belum Di Terapi
B. RELATIF
1. Infeksi Saluran Nafas Atas
2. Sinusitis Kronis
3. Emfisema Disertai Retensi Co2
4. Penyakit Kejang
5. Panas Tinggi Yg Tidak Terkontrol
6. Riwayat Pneumotorak Spontan
7. Neuritis Optik
8. Riwayat Operasi Dada Atau Telinga
Mekanisme HBOT
- Pasien berada di dalam chamber bertekanan 2-3 ATA pada konsentrasi oksigen 100%
- Dosis terapi diberikan secara normal selama 1,5–2 jam per sesi. Terapi bisa diulang tiga kali sehari. Untuk jumlah total terapi tergantung pada kondisi klinis, bervariasi dari 20 hingga 60x.
- Udara yang dihirup berasal dari peningkatan PO2 eksternal. Sehingga gradien positif memungkinkan masuknya O2 yang lebih tinggi, yang per-difusi akan lebih tinggi juga di alveoli dan aliran darah.
- Efek “hiperoksemia” dan “hiperoksia” ini tidak tergantung pada hemoglobin (Hb), karena oksigen bisa langsung larut ke dalam plasma darah. Sehingga bisa mengurangi hipoksia pada jaringan.
- Hal ini akan menghasilkan pasokan utama spesies oksigen reaktif (ROS) dan spesies nitrit reaktif (RNS), dengan ekspresi yang lebih tinggi dari faktor pertumbuhan (Growth Factors) dan merangsang neovaskularisasi dan peningkatan imunomodulator.
Peningkatan ROS (Reactive Oxygen Species) Adalah Kunci Terapi HBOT.
– Reactive oxygen species (ROS) merupakan molekul yang reaktif secara kimia yang mengandung oksigen, seperti Superoxide anion(O2-), Hydrogen peroxide(H2O2) dan hydrogen radical(OH-).
– Spesies nitrogen reaktif (Reactive nitrogen species; RNS) adalah keluarga molekul antimikroba yang berasal dari nitrat oksida (•NO) dan superoksida (O2•−) diproduksi melalui aktivitas enzimatik dari nitrat oksida sintase 2 (NOS2 dan NADPH oksidase yang dapat diinduksi, berturut-turut).
– NOS2 diekspresikan terutama pada makrofag setelah induksi oleh sitokin dan produk mikroba, terutama interferon-gamma (IFN-γ) dan lipopolisakarida(LPS).
Spesies nitrogen reaktif bekerja sama dengan spesies oksigen reaktif (ROS) untuk merusak sel biologis, yang menyebabkan tekanan nitrosatif. Oleh karena itu, kedua spesies ini sering disebut sebagai ROS/RNS.
Terapi HBOT dapat meningkatkan ROS dan RNS. Sehingga dari proses tersebut didapatkan dua hasil akhir yaitu neovaskuralisasi dan peningkatan kelangsungan hidup jaringan pasca iskemik.
Dua penyebab utama kematian pada infeksi pernapasan COVID-19 adalah :
- Penurunan difusi O2 dari paru ke darah. Sehingga terjadi hipoksemia dan hipoksia
- peningkatan respons inflamasi (badai sitokin)
Mekanisme HBOT pada Covid-19 :
- Hiperoksemia : Peningkatan kadar O2 dalam darah, efek anti-inflamasi yang kuat, menghancurkan virus yang bertanggung jawab atas penyakit COVID-19.
- Hiperoksia : Peningkatan produksi radikal bebas O2 viricidal, reg-naik HIF merangsang produksi peptida antivirus (defensins dan cathelicidins) & mengurangi sitokin proinflamasi (IL-6).
- Hiperbarik : peningkatan tekanan memudah oksigen menembus penghambat difusi di paru. Karena molekul udara bisa langsung masuk ke dalam plasma darah.
jadi : Hiperoksia dan Hiperbarik -> O2 terlarut dan anti inflamasi
Mekanisme HBOT pada Long Covid Syndrome
Mekanisme HBOT pada Long Covid prinsipnya sama dengan Covid-19, yaitu Hiperoksia dan Hiperbarik.
HBOT meningkatkan gradien oksigen antara pusat dan perifer luka, sehingga menciptakan stimulus angiogenik yang kuat. Ini bersama dengan proliferasi fibroblastik menyebabkan peningkatan neovaskularisasi.
Mengenal dr. Bogdan Cristian Ion, Dokter dari Romania yang Menggunakan HBOT Untuk Menangani Covid-19
– dr. Bogdan Cristian Ion adalah dokter spesialis Anestesi dan Perawatan intensif dari Rumania.
Selain itu, Dr. Bogdan Cristian Ion juga telah bekerja di Pengobatan Hiperbarik selama 25 tahun. Ia memperoleh spesialisasi di Jerman.
– Kemudian setelah kembali ke Rumania membuka klinik terapi hiperbarik di Constanța pada tahun 2009.
Lalu dr. Bogdan membangun rumah sakit di Târgu Mure pada tahun 2012.
– dr.Bogdan terkenal karena kesuksesannya dalam mengobati +5000 pasien Covid-19 dan Long Covid selama masa pandemi hingga saat ini.
Melakukan terapi HBOTpada Covid-19 dengan berbagai gejala mulai ringan hingga kritis.
– dr. Bogdan aktif membagikan pengalamannya dalam laman FB pribadinya “Bogdan Cristian Ion” dan di Fanspage “Clinica de Medicina Hiperbara”.
Demikianlah pemaparan mengenai HBOT pada Covid-19 dan Long Covid Syndrome. Semoga dengan tulisan ini dapat membantu mengenal lebih dalam tentang terapi hiperbarik. Sehat bugar berlimpah ATP dengan Oksigen Hiperbarik.
oleh : Kolonel Laut (K) Dr. dr. Hisnindarsyah,SE., M.Kes., MH., CFEM
Editor: Maugfiroh Nurhidayah