Maret 1, 2021 – MBD : Terhadap Peraturan Presiden Republik Indonesia No : 10 tahun 2021 tentang bidang usaha penanaman modal yang tidak mengakomidir propinsi maluku sebagai salah satu daerah sentra produksi minuman tradisional membuat salah satu kegislator asal maluku barat daya angkat bicara.
Menurut salah satu anggota DPRD Kabupaten Maluku Barat Daya Yesri Lolopaly SH berpendapat, setelah dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor :10 tahun 2021 maka Presiden Jokowidodo terkesan telah membatasi hak hidup rakyat Maluku. Kritikan tersebut bukankah tanpa alasan. Bagi Lolopaly, sesungguhnya Perpres ini sangat berdampak baik pada peningkatan taraf ekonomi masyarakat penyuling minuman tradisional (sopi) di Maluku.
Kepada pers di sekretariat Partai Demokrat Kabupaten Maluku Barat Daya , (1/3/2021) Yesri menjelaskan, selaku Wakil Rakyat yang mengemban amanah rakyat, maka terkait Peraturan Presiden No : 10 tahun 2021 tentang bidang usaha dan penanaman modal , yang di teken oleh Presiden pada tanggal (2/2/2021) untuk melegalkan minuman (sopi) di beberapa daerah yakni , propinsi NTT , BALI , SULUT dan PAPUA sangat mendiskriminasikan masyarakat maluku.
“sangat tidak adil karena Propinsi Maluku dilupakan. kalau bicara tentang minuman tradisional (sopi) , maluku termasuk daerah produksi terbesar
namun terhadap perpres ini , selaku wakil rakyat kabupaten (MBD) kami berpendapat, Presiden telah melakukan diskriminasi terhadap masyarakat Maluku”, tuturnya.
Ketua Fraksi Demokrat DPRD Kab. MBD ini berpandangan, jauh sebelum kemerdekaan, Maluku adalah salah satu daerah yang membentuk negara republik indonesia. Dengan begitu, terhadap kondisi ini pak jokowi melegalkan produksi minuman keras pada beberapa daerah nanun mengapa propinsi maluku tidak termasuk dalam skala prioritas pemerintah pusat..? tanya Lolopaly.
Yesri menjelaskan, berdasarkan undang-undang dasar 1945 pasal 28 telah ditegaskan bahwa, setiap orang berhak untuk hidup dan berhak untuk mempertahankan hidupnya. Nah dengan demikian, kalau bicara tentang minuman tradisional (sopi) berarti bicara tentang pendapatan ekonomi masyarakat maluku khususnya di jasirah tenggara raya. oleh sebab itu dirinya menilai, presiden sudah membatasi hak hidup rakyat Maluku jika dilihat dari sisi ekonomi tegas pria asal pulau wetar ini.
“kalau dilihat dari sisi budaya di dalam pasal 28 ayat 18 (b) , maka negara harusnya menghormati dan menghargai kesatuan masyarakat hukum adat dengan hak-hak tradisionalnya , sepanjang tidak bertentangan dengan konstitusi”, tandasnya.
Dia menuturkan, pada bulan oktober 2016 silam, Sopi telah di tetapkan sebagai wariasan budaya oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) maluku, namun terkait hal ini (minuman tradisional red) mengapa pemerintah propinsi maluku tidak mengusulkan kepada Pak Presiden untuk selanjutnya di tetapkan dalam peraturan presiden No:10 tahun 2021 sehingga, dalam produksi minuman keras bisa dilegalkan oleh pemerintah, kesalnya.
Olehnya itu, Lolopaly meminta Gubernur dan DPRD Propinsi Maluku agar secepatnya mengusulkan kepada pemerintah pusat agar Propinsi Maluku dapat diakomodir masuk dalam Perpres dan setara dengan empat propinsi lainnya, imbuh Yesri.
“Sebagi wakil rakyat, saya meminta kepada saudara gubernur dan teman-teman legilatif (DPRD) Propinsi Maluku atau komisi yang membidangi minuman keras , sehingga hal ini secepatnya di usulkan kepada permerintah pusat dalam hal ini bapak presiden , sehingga status Propinsi Maluku bisa sama dengan empat propinsi yang lain” cetusnya sembari menambahkan, dengan legalnya produksi minuman keras maka, investor asing maupun lokal akan berani untuk membangun pabrik industri pengolahan di Maluku sehingga ada multiplayer efect secara ekonomi yang didapatkan oleh masyarakat yang berprofesi sebagai petani sopi, ungkap Lolopaly di akhir Press conferencenya.