Bersyukur selalu.
Bersama nenek Syamsinar 78 tahun
Yang masih ulet berjualan kue, camilan dan makanan kecil.
Menyusuri jalan di pertokoan kota Tanjung pinang
Mulai pagi hingga petang
Hanya berhenti di masjid , untuk sholat dan istirahat sebentar
Untuk mencari dan mendapat rizki
Yang tersisihkan 50 ribu , jika cuaca sedang baik dan lumayan
Paling banyak 150 ribu sehari, itu paling istimewa, dan sangat jarang.
Dengan menyusuri jalan, entah panas , entah hujan, ada pandemi, tak ada pandemi, beliau tak hentikan langkah. Terus berjalan.
Untuk dapat rizki halal dan berkah
Dan terbukti, hingga kini, beliau tetap sehat
Walau pandemi Covid19, makin meraja lela
Bersyukurlah.Dan berikhtibarlah, wahai diri ini
Masih banyak mereka yang nampaknya hidupnya seolah lebih berat dari kita
Tapi mereka nyatanya hidup mereka malah lebih tenang ,senang , sehat dan bahagia.
Dan banyak mereka yang nampak mentereng, keren, megah dan mewah…
Tapi hidupnya selalu kuatir, galau, cemas, takut dan kecewa. Jauh dari bahagia.
” Nek, ini harganya 15 ribuan ya, kalau ditotal semua 350 ribu, saya beri 150 ribu ya, tapi camilannya, dibawa nenek saja, nanti nenek bisa jual pada yang lain. Anggap ini jariah untuk nenek “, kataku mengajukan tawaran.
Lalu dia menjawab:
” Jangan nak, nenek ini jualan, bukan meminta minta. Nenek ini sudah sangat bersyukur. Alloh masih beri nikmat sehat. Sehingga nenek masih bisa mencari nafkah dengan cara yang halal dan berkah. Sampai saatnya nenek dipanggil Alloh. Untuk mempertanggung jawabkan camilan jualan nenek ini.
Semoga tidak berat hisabnya kelak.
Terimakasih kalau sudah mau membeli jualan nenek.
Tapi jangan beri jariah pada nenek ya nak.
Karena nenek masih dikuatkan Alloh untuk mencari nafkah. Nenek masih mampu. Nenek bukan fakir miskin. Masih mampu bekerja dan berusaha. Jadi beli dan bayar sesuai yang dibeli saja ya nak. Jangan lebihkan satu rupiah pun. ” Demikian kata kata nenek syamsiar dengan tubuh yang susah setengah membungkuk, jalan agak tertatih.
Hatiku bergetar, Alloh Ta’ala telah menampar.
Malu aku, sungguh. Malu. Ini pembuktian Alloh Taala, bahwa derajat hamba, tidak ditentukan dari jabatan, pangkat, kekuasaan dan hartanya. Tapi sejauh mana, nilai keimanan dan ketaqwaan itu tertanam di hati hambaNya.
Dan aku sungguh ‘ merasa’, lebih rendah derajatnya dari pada Nenek Syamsiar.
Karena betapa banyak perilakuku dan perilaku kita, yang masih rela mengharap dari manusia, daripada berharap pada Alloh.
Tuhan hanya ada saat kita dalam kesulitan.
Kala rasa senang dan bahagia, Tuhanpun kita lupakan.
Kita lebih senang menerima, bahkan mencari orang yang mau memberi kita. Karena jabatan, pangkat dan kekuasaan kita.
Bahkan jika perlu, ‘mengambil paksa’, yang bukan merupakan hak kita. Karena kita ‘ merasa’ berkuasa. Karena kita punya kekuatan, power, untuk melakukan itu semua.
Kita masih rela menghamba pada dunia, sadar ataupun tidak.
Lalu masih menganggap pantas, mengharap surga dan berkah?
Suatu saat kita akan tersadar, bahwa berjualan camilan, sendal jepit dan payung kumuh adalah harta termahal yang mampu menyelamatkan kita kelak.
Ketimbang gelar berderet, jabatan dan kekuasaan yang besar, harta yang berlimpah. Tapi jauh dari berkah. Karena tidak memberi manfaat dan mendapatkannya dengan cara maksiat. Dan diyaumil hisab, semua yang kita banggakan, kita agungkan, kita kejar di dunia, malah berbalik menjadi penjerumus diri dalam neraka jahanam.
Naudzubillahi min dzalik
Ingat.
Ada Hisab. Ada hisab. Ada hisab
Sungguh jiwa nenek syamsiar adalah jiwa iman
jiwa yang selalu tegak. Langkah hatinya tegap.
Jiwa yang tak faqir. Jiwa yang besar oleh syukur.
Karena dia melangkah dengan LANGKAH IMAN.
Terimakasih nenek syamsinar atas ikhtibarnya
Terimakasih ya Alloh,
Engkau telah ‘tampar’ diriku melalui beliau. Nenek Syamsinar.
Bumi gurindam RM Padang Putri Minang Bakar Batu 13.02.2021
Oleh: Hisnindarsyah