Krisis Bibit Rumput Laut Ancam PAD

 

TIAKUR, peloporwiratama. co.id – Petani rumput laut di Pulau Luang, Kabupaten Maluku Barat Daya, menghadapi krisis kelangkaan bibit yang mengancam keberlanjutan produksi komoditas andalan daerah tersebut. Padahal, kontribusi rumput laut dari Pulau Luang terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Maluku Barat Daya cukup signifikan.

“Melalui retribusi, rumput laut dari Pulau Luang memberikan kontribusi besar terhadap PAD Kabupaten Maluku Barat Daya,” ungkap Sam Arnando Mezak, salah satu pemuda Luang kepada peloporwiratama melalui telepon selulernya, Selasa (18/2).

Dalam praktiknya, pungutan retribusi rumput laut sebesar 2,50 persen per kilogram dengan bobot penimbangan sekitar 200.000 kilogram per bulan sepanjang tahun 2024. Jumlah tersebut terbilang besar jika dibandingkan dengan kontribusi desa-desa lainnya di lingkungan Kabupaten Maluku Barat Daya.

Menurut Mezak, meskipun retribusi dipungut berdasarkan fasilitas publik yang disediakan oleh pemerintah daerah, ironisnya sumber daya alam potensial ini belum mendapatkan perhatian maksimal. “Petani rumput laut di Pulau Luang saat ini mengalami kelangkaan bibit, namun pemerintah seolah-olah menutup mata,” ujarnya.

Menurut Mezak, seyogianya pemerintah dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya harus berpegang teguh pada prinsip good governance. Dengan demikian, kepentingan dan kebutuhan masyarakat tetap diprioritaskan dengan memperhatikan keseimbangan antara hak dan kewajiban agar terciptanya kesamarataan dalam pelayanan publik.

“Atas nama masyarakat Pulau Luang, kami meminta agar pemerintah Kabupaten Maluku Barat Daya menyikapi situasi kelangkaan bibit yang sedang melanda masyarakat Pulau Luang secara cepat,” pintanya. Ia menekankan bahwa hal ini erat kaitannya dengan kemaslahatan masyarakat Pulau Luang yang merupakan tanggung jawab pemerintah sebagai lembaga yang diberi kekuasaan untuk mengelola sumber daya alam demi kesejahteraan rakyat.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Perikanan Maluku Barat Daya, Herdy D. Ubro, menjelaskan bahwa rumput laut merupakan salah satu sumber PAD dari sektor perikanan. “Rumput laut ini ada di lima sentral, termasuk di Pulau Luang, Wetang, Masela, dan Moa,” katanya.

Ubro menerangkan bahwa tahun lalu pihaknya telah mengupayakan pengembangan kebun bibit di Seradona, Pulau Moa, dan mendistribusikan bibit ke Pulau Wetang dan Masela. “Yang paling sentral ini di Pulau Luang dan Lirang. Tapi yang paling top dan terkenal sampai ke Kementerian PDT maupun Kementerian KKP adalah Pulau Luang,” imbuhnya.

Mengenai keluhan masyarakat tentang besaran retribusi, Ubro menjelaskan, “Terkadang masyarakat menyampaikan bahwa mereka selalu memberikan PAD kepada daerah melalui retribusi rumput laut, tapi yang mereka berikan kepada daerah itu berapa dibanding dengan yang didapati oleh desa.”

Ia mengungkapkan bahwa di setiap desa, rumput laut dijual per kilogram dengan harga Rp1.000, sementara retribusi yang dipungut ke daerah sebesar 2,5 persen dari harga jual. “Artinya, yang diserahkan ke daerah kecil, yang diterima desa lebih besar,” jelasnya.

Ubro menambahkan bahwa pihaknya telah memanggil Kepala Desa Luang Timur dan Luang Barat untuk menyamakan persepsi terkait regulasi. “Kita membuat Perda Retribusi mengacu pada peraturan yang lebih tinggi baru turun ke daerah. Dengan demikian, di bawah harus mengacu kepada acuan yang di atas,” tegasnya. (PW.19)

Related posts